Oleh: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP
Sejarawan dan Budayawan
Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia
DI SAMPING makam-makam di atas masih banyak lagi terdapat makam-makam tua orang Cina yang tersebar di pelosok Kota Pangkalpinang seperti Tiga makam yang terletak di kawasan Landbouw (lahan pertanian holtikultura) dekat Selindung dan di sekitar Kelekak Betoer Pangkalpinang serta dibeberapa bekas tambang Timah yang telah ditinggalkan (Verlaten Mijn) seperti di depan bekas Zwembad (Kolam Renang yang sekarang menjadi GOR Depati Bahrin).
-----------------
UMUMNYA makam-makam kuno tersebut saat ini sudah berada di pemukiman padat penduduk bahkan ada makam yang posisinya tepat berada di teras rumah penduduk. Keberadaan makam tua, baik di kampung Rebo Sungailiat, kampung Besi, kampung Bukit Besar, Kelekak Betoer, disekitar lokasi Landbouw dan di sekitar beberapa Verlaten Mijn seperti dekat Zwembad serta di pemakaman Sentosa Pangkalpinang, menunjukkan keberadaan awal orang Cina di pesisir Timur pulau Bangka termasuk di Pangkalpinang untuk mengeksplorasi Timah.
BACA JUGA:KAMPUNG KAMPUNG DI DISTRIK PANGKALPINANG (Bagian Satu)
Berdasarkan volkstelling atau sensus yang dilakukan pemerintah Kolonial Belanda pada Tahun 1920 Masehi, perkembangan jumlah penduduk orang Tionghoa (peranakan) di pulau Bangka mencapai 67.398 orang atau meliputi 44,6 persen dari keseluruhan penduduk pulau Bangka yang berjumlah 154.141 orang (termasuk orang Eropa). Dari 67.398 orang Tionghoa di pulau Bangka, sebesar 10.653 orang tinggal di Pangkalpinang atau meliputi hampir 68,9 persen dari keseluruhan jumlah penduduk Pangkalpinang yang berjumlah 15.666 orang (termasuk orang Eropa). Selanjutnya berdasarkan data, bahwa pada Tahun 1930 di Distrik Pangkalpinang terdata jumlah penduduk sebesar 52.000 orang di antaranya 273 orang Eropa dan 21.000 orang Cina. Penduduk Orang Melayu bergantung pada hasil pertanian (lada dan padi) dan perikanan. Orang Cina dipekerjakan di pertambangan timah atau dalam perdagangan, pertanian dan perikanan (Goggryp 1934, 1128).
BACA JUGA:KAMPUNG KAMPUNG DI DISTRIK PANGKALPINANG (Bagian Dua)
Semakin besarnya jumlah orang Tionghoa di Pangkalpinang terutama setelah proses perkawinan campuran dengan pribumi Bangka dan dengan orang Melayu yang melahirkan orang Cina peranakan dan pertambahan jumlah penduduk orang Cina juga disebabkan oleh kedatangan gelombang pekerja tambang Cina lainnya baik dari daratan Cina maupun perpindahan orang Cina dari distrik lain di pulau Bangka ke distrik Pangkalpinang. Salah satu penanda kota dan bukti besarnya jumlah orang Cina di Pangkalpinang adalah kompleks makam Sentosa Pangkalpinang dengan luas saat ini sekitar 19,945 ha dengan luas makam awalnya 25,2 ha, karena pada tanggal 7 Juli 1981 ada bagian tanah kompleks makam yang diserahkan (sekitar 5,6 ha) kepada Pemerintah Kotamadya Pangkalpinang untuk pembangunan beberapa kantor dan pembangunan rumah sakit.
BACA JUGA: KAMPUNG KAMPUNG DI DISTRIK PANGKALPINANG (Bagian Tiga)
Beberapa penanda Kota Pangkalpinang lainnya pada priode chineesche adalah bangunan kelenteng. Dalam Algemeen Verslag Der Residentie Banka Over Het Jaar 1850, Bundel Bangka No. 41, dijelaskan, bahwa bagi orang-orang Cina sudah tersedia satu kelenteng yaitu kelenteng Kung Fuk Miau yang dibangun pada Tahun 1820 Masehi, letaknya berdampingan dengan masjid di Muntok, kemudian di distrik Pangkalpinang juga terdapat kelenteng yang cukup besar dan bersih. Tentu saja yang dimaksudkan dalam laporan Belanda kelenteng yang cukup besar dan bersih tersebut adalah kelenteng Kwan Tie Bio yang terletak di kampung Tjina Pangkalpinang (terletak di sisi Selatan sungai Rangkoei dan sisi Utara Kampung Bintang). Pada masa Orde Baru nama kelenteng diubah menjadi kelenteng Amal Bakti. Setelah terbakar pada tanggal 22 Februari 1998 Masehi dan dipugar pada tanggal 5 Agustus 1999 Masehi, kelenteng diberi nama Kwan Tie Miaw sesuai nama awalnya. Kelenteng didirikan pada Tahun 1841 Masehi (dari angka tahun aksara Cina pada lonceng) dan diresmikan pada Tahun 1846 Masehi, diketahui dari papan ucapan selamat dari beberapa perkumpulan kongsi penambangan Timah pada hari baik bulan baik Daoguang yang bertepatan dengan Tahun 1846 Masehi. Disamping kelenteng Kwan Tie Miaw masih banyak lagi terdapat kelenteng di Pangkalpinang baik dalam ukuran besar dan ukuran kecil, seperti kelenteng Fuk Tet Che di simpang Semabung, kelenteng Samfur Timur, kelenteng Shen Mu Miaw di Tanjung Bunga, kelenteng Pasar di Kelurahan Pasar Padi, beberapa kelenteng di jalan Depati Hamzah, termasuk kelenteng yang dibangun di kampung-kampung pemukiman Cina dan dibangun secara pribadi di rumah-rumah orang Cina di Pangkalpinang.
BACA JUGA:PAHLAWAN DUABELAS (Bagian Satu)
Keletakan Pangkalpinang yang strategis dari sisi geografis, ekonomis dan politis (geostrategis) karena berada di tengah pulau Bangka, menyebabkan pangkal ini terus berkembang dengan pesat dan pada tanggal 3 September 1913 dijadikan sebagai ibukota keresidenan Bangka yang membawahkan 10 distrik (Muntok, Jebus, Belinju, Sungailiat, Merawang, Sungaiselan, Pangkalpinang, Koba, Toboali dan Kepulauan Lepar) dan 31 underdistrik (Muntok, Ampang, Kadiala, Pelangas, Merawang, Djeroek, Groenggang, Djeboes, Klabat, Telang, Pangkalpinang, Mendo Barat, Boekit, Penagan, Toboali, Goesong, Oelim, Belinjoe, Pandji Sekak, Soengai Selan, Ajer Anget, Maleh, Pering, Permisan, Lepar Eilanden, Tandjoeng Laboe, Soengailijat, Maras, Njalau, Koba, dan Ajer Nangka Barat). Serah terima jabatan Residen Bangka dilaksanakan di Kota Muntok antara residen yang lama R.J. Boers kepada residen yang baru A.J.N. Engelenberg (Residen RJ. Boers menggantikan Residen Coonen yang diangkat menjadi Gubernur di pulau Sulawesi). Sebelum menjadi Ibukota Keresidenan Bangka, Pangkalpinang merupakan satu Onder Afdelingen dipimpin seorang Controlleur bernama RJ Koppenol dan dibantu oleh seorang demang distrik Pangkalpinang yang bernama Raden Ahmad.