Oleh: Safari Ans
Wartawan Senior dan Salah Satu Pejuang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
"TENAGA Kerja Asing (TKA) asal Tiongkok akan terus banjiri Indonesia selagi ada investasi dari negeri Tirai Bambu itu.
-----------
KETIKA Indonesia masuk Program BRI (Belt and Road Initiative) Tiongkok, hal itu akan berjalan terus tanpa henti. Sedikitnya 10 (sepuluh) juta tenaga kerja Tiongkok akan masuk ke Indonesia untuk mengerjakan proyek-proyek investasi mereka. Padahal jaminan BRI itu menggunakan kolateral dari nenek moyang bangsa Indonesia"
Bulan lalu saya ke Hong Kong. Saya temu kangen sama teman saya disana. Karena sejak 2008, saya kembali ke Jakarta setelah bertugas sebagai official government disana.
Lalu teman saya mengajak saya ke kantor temannya di Pacific Place Hong Kong. Beberapa pejabat teras perusahaan terbesar keempat di Hong Kong itu hadir. Kami pun ngobrol santai.
Saya kaget, ketika mereka bilang mau berapa uang untuk investasi di Indonesia, mereka ada. Mau USD1M pun boleh. Rugi tak apa, asalkan bisa dipertanggungjawabkan. Tapi kalau main-main, leher kita langsung digorok. Itu perusahaan Tiongkok disana. Kejam tapi pasti.
Lebih kaget saya, ketika mereka bilang bahwa Tiongkok harus buang USD 50 miliar setiap tahun ke luar negeri untuk menjaga stabilitas mata uang mereka. Tiongkok menggunakan dua mata uang. Untuk luar negeri mereka menggunakan Yuan, tetapi untuk dalam negeri mereka menggunakan Renminbi (RMB) atau lebih sering disebut sebagai mata uang rakyat.
Tiongkok begitu melindungi rakyatnya agar jangan susutnya nilai mata uang mereka. Jadi mereka tidak menganut asas pasar bebas untuk RMB. Nilai RMB mereka patok dengan nilai tetap, sehingga tidak tergerus oleh pasar seperti di Indonesia.
Bahkan ketika tenaga kerja Tiongkok bekerja di Indonesia, mereka gunakan mata uang mereka sendiri dan dikirim ke keluarganya di Tiongkok. Lalu hasil perusahaan mereka di Indonesia seperti nikel dan lainnya, mereka bawa ke negaranya. Termasuk rencana pabrik kaca di Rempang. Negara Indonesia hanya dapat pajak saja. Jangan harap tenaga kerja Indonesia bisa masuk. Karena semua administrasi mereka berbahasa Tionghoa.
Dari cerita di atas, siapa pun dan perusahaan apa di Tiongkok akan disupport oleh negaranya asalkan hasilnya buat negara dan wajib mempekerjakan TKA Tiongkok. Pun bahan-bahan material harus gunakan naterial dari negeri Tirai Bambu itu. Berapapun nilai investasi yang dibutuhkan akan diberi. Sebab Tiongkok harus membuang sedikitnya USD50 miliar ke luar negeri setiap tahun. Pengusaha Indonesia pun bisa, asalkan berkolaborasi dengan perusahaan Tiongkok.
Kalau tidak salah Presiden Jokowi pernah teken kerjasama BRI, dimana Indonesia harus menerima 10 juta TKA Tiongkok sebagai konsekuensinya. Termasuk menggunakan produk dan material dari Tiongkok. Dan, itu akan berjalan terus, kecuali kedua negara sepakat untuk merevisi bersama.
Perjanjian BRI dan G20 waktu di Tiongkok dulu menggunakan jaminan dari Harta Nenek Moyang Bangsa Indonesia. Saat itu Papi Morits datang ke Tiongkok saat pertemuan G20 untuk meneken jaminan itu. Lalu menegur Presiden Jokowi sambil salaman. Papi Morits berkata kepada Jokowi. "Jauh-jauh Pak neken disini, kenapa tidak di Bogor saja sih". Kebetulan Papi Morits tinggal di Bogor. Di sapa begitu Presiden Jokowi kaget dan menoleh ke Papi Morits sambil tersenyum.