Namun ketika sudah mendesak membutuhkan sesuatu terkait formil, baru akan berusaha menyelesaikan persoalan tersebut. Contohnya dalam penyarahan wakaf, banyak keluarga atau ahli waris yang kemudian mengaku bahwa tanah atau objek tersebut sudah diwakafkan oleh keluarganya meskipun tanpa diurus aspek formalnya legalnya. Sayangnya ketika dikemudian hari, saat nilai objeknya sudah tinggi, banyak yang ingin dikuasai kembali dan seterusnya.
“Makanya saya melihat bahwa potensi sengketa perkara wakaf ini banyak, namun nampaknya memang masih dibiarkan jadi fenomena gunung es, hal ini terjadi karena kesadaran hukum tadi yang masih lemah, makanya kadang justru potensi sengketa ini dibiar-biarkan ataupun aspek legal yang juga tidak diurus sebagaimana ketentuan undang-undang yang berlaku,” tambahnya.
BACA JUGA:Kemenag Optimis Peran Amil dan Nadzir Bawa Tata Kelola Zakat dan Wakaf di Babel Lebih Baik
Diakui Syarif, meski kewenangan Pengadilan Agama untuk melakukan kegiatan-kegiatan preventif seperti sosialisasi sangat terbatas, tetapi mereka akan mendorongnya melalui Kemenag atau Biro Hukum yang ada di Pemda.
"Karena peradilan ini sifatnya menerima, memeriksa dan memutuskan, menyelesaikan perkara," tandasnya. (*)
BACA JUGA:Ratusan Sertifikat Tanah Wakaf ke Masyarakat Dibagikan ATR/BPN Babar