Jojo: Saya Tanyakan ke Penyidik Dulu
SEJAK tahun 2016 lalu, sudah ada penyidikan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam pembebasan lahan yang direncanakan untuk Markas komando (Mako) Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas) di Kace, Mendobarat, Bangka.
Penyidikan dilakukan Subdit Tipikor Polda Bangka Belitung (Babel).
Sayangnya, hingga sekarang tidak diketahui progres kasus tersebut. Padahal proyek pembebasan telah menyedot APBN sebesar Rp 3,6 miliar dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 1,8 milyar.
Dari penelusuran harian ini, area dengan luas 8.965 meter persegi itu awalnya dibebaskan dari lahan masyarakat. Adapun harga pembebasan terbilang jumbo yang tak sesuai dengan kondisi harga tanah di lokasi saat itu. Harga pembebasan yakni sebesar Rp 400 ribu/meternya.
Dari temuan penyidik sendiri -saat itu- harga permeter tanah di lokasi tersebut sesuai NJOP hanya Rp 7.000 permeter. Karena memang kondisi tanah tersebut adalah rawa-rawa.
Sayangnya, Kabid Humas Polda Babel, AKBP Jojo Sutarjo saat dihubungi harian ini mengaku belum dapat memberikan informasi akurat atas penanganan perkara tersebut. Sebab dirinya baru dapat kabar dari wartawan atas adanya penyidikan tersebut.
“Kalau penanganan 2016 berarti sudah lama sekali. Nanti jelasnya saya tanya dulu penyidik di subdit Tipikor, apakah sudah SP3 atau bagaimana karena saking lamanya itu,” katanya.
“Kalau sudah ada kabar nantinya saya kabarkan kepada kawan-kawan media,” tukas Jojo.
Lahan Terbengkalai
Sementara ,itu dari lokasi lahan sendiri yang berlamat di Kace itu kondisinya sangat memprihatinkan. Harian ini berkesempatan meninjau bersama dengan aktivis sekaligus penggiat anti korupsi Dr Marshal Imar Pratama kalau lahan sudah dalam keadaan semak belukar.
Di atas lahan terdapat sebuah plang bertertuliskan tanah milik negara. Luas 8.965 meter persegi. Tertera badan nasional pencarian dan pertolongan. Kantor pencarian dan pertolongan Pangkalpinang. Kode BMN 2.01.01.02.002.1.
“Berawal kita memperoleh informasi dari masyarakat sekitar atas kondisi lahan tak bermanfaat seperti ini. Dimana ada aset negara yang telah dibeli dengan harga mahal tetapi tak bisa termanfaatkan. Buktinya sampai sekarang tak kunjung dibangun menjadi kantor Basarnas sudah sejak tahun 2016,” kata Marshal kepada harian ini.
Ketua perkumpulan civitas akademika lintas perguruan tinggi Indonesia itu juga mendesak agar Subdit Tipikor Polda kembali mengangkat perkara yang telah disidik itu. Menurutnya negara sangat dirugikan sehingga tak layak penanganan perkara sampai dipeti-eskan.
“Saya tak paham kenapa sampai terhenti penanganan kasus ini. Padahal sudah jelas lahan yang dibeli dengan uang bersumber dari APBN itu telah terjadi mark up. Dugaan kuat telah terjadi kerugian negara di situ. Lokasinya juga tak cocok untuk dibangun kantor seperti itu. Dan terbukti kalau sampai sekarang lahan nganggur,” tegasnya.(