KETIKA jalan lurus tak bisa diurus, maka demi hidup rakyat akan rela menempuh jalan tikus.
Oleh: Syahril Sahidir - CEO Babel Pos Grup
SAAT ini, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) dalam penantian Penjabat Gubernur yang akan berganti akhir Bulan Maret 2023 ini, seiring dengan pensiunnya Penjabat Gubernur Babel yang sekarang, Ridwan Djamaluddin, terhitung 24 Maret 2023 lalu.
Sederhana harapan tentunya. Kita-kira:
''Wahai Pj Gubernur! Pahamilah, Jika Tidak Paham, Tidak Wahai....''
Intinya, persetan dengan aturan! Persetan dengan idealisme! Persetan dengan semua tetek bengek yang namanya regulasi dan tata kelola, jika karena itu semua rakyat tak bisa berbuat apa-apa!
Padahal, rakyat tak mencari kaya, tapi cuma mencari cara untuk bertahan hidup.
Haruskah rakyat negeri ini bak tikus mati di lumbung padi?
Ada apa ini Bung?
Sekali lagi soal penataan timah.
Haruskah mendapat cap 'mafia' ketika menampung barang dari rakyat yang mendapatnya entah menggali dimana? Tapi pasti di 'negeri mereka sendiri'.
Sadarkah kita, bahwa dalam hal tata kelola timah ini kadang ada yang lucu. Ketika rakyat menambang di lokasi yang dikatakan ilegal, berarti menjual ke cukong yang tentu barang ilegal, masuk ke pabrik juga barang ilegal.
Ironi terjadi mulai di sini.
Ketika mau eksport, maka ada sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi pengusaha ke negara. Mulai dari royalti, jaminan reklamasi, serta sederet kewajiban lainnya. Jika semua itu sudah dipenuhi, masihkah 'barang' itu dikatakan 'ilegal'. Bagaimana dengan pungutan yang sudah dipenuhi untuk negara tadi?
Ataukah ini yang namanya 'melegalkan' barang yang 'ilegal'. Dimana negara dirugikan? Ini bukan penyelundupan yang total merugikan negara?