Dari minyak wangi Kiyai Hijazi, beliau sedang berbicara bahwa jabatan, kedudukan, popularitas, kekayaan, wajah yang rupawan tidak akan berarti dan pasti dijauhi, tanpa keharuman kebaikan yang melekat pada kepribadian seperti halnya minyak wangi. Sebab, wajah rupawan adalah bunga yang indah dan parfumnya adalah kebaikan. Minyak wangi Kiyai Hijazi memiliki banyak arti bagi setiap penerimanya setelah sosoknya pergi meninggalkan kita semua dalam duka yang mendalam. Pun demikian, manisnya permen yang disukai anak-anak terbukti Kiyai Haji Ahmad Hijazi dalam mengakhiri hidupnya di dunia dengan cara yang manis, tak memiliki sakit serius dan diantar ribuan jama’ah ke peristirahatan terakhir. Sebab ada cinta dan kasih sayang dari sebutir permen yang dibagikan dan sebotol minyak wangi sebagai tanda persahabatan Sang Kiyai kepada siapapun.
***
Melalui Permen dan Minyak Wangi, Kiyai Hijazi telah memberi arti kala beliau sudah pergi. Tak sekedar memberi, tapi beliau menjadikan pemberiaan itu sebagai kebiasaan, sehingga bagian dari amalan sederhana yang terlihat disela-sela amalan-amalan beliau yang lain yang sangat luar biasa dalam hal ibadah. Hidup beliau yang sederhana, bersahaja, tegas, keras, humoris dan selalu menyapa siapa saja tanpa memandang status orang lain, bahkan anak-anak sekalipun, menunjukkan betapa manis dan wanginya kehidupan yang beliau teladani kepada kita yang masih saja belum selesai bercitra ria dan mencari jati diri kehidupan yang fana ini.
Saat tahlilan hari ke-3, saya berbisik kepada Guru saya sekaligus Ketua Yayasan Pondok Pesantren Al-Islam Kemuja, Drs. Amzahri (Mantan Kades dan Mantan Anggota DPRD Kabupaten Bangka). Kepada Sang Guru ini saya menyampaikan dengan nada canda: “Guru, melalui permen dan minyak wangi, Pak Kiyai Hijazi sedang kampanye dan pencitraan diri hanya untuk ibadah pada Allah SWT, sebab terlalu banyak manusia yang memberi karena kampanye dan pencitraan untuk pengharapan kedudukan duniawi dan hanya untuk dilihat manusia, sehingga maknanya tak membekas bahkan wujuduhu ka adamihi (keberadaannya seperti ketiadaannya)”. Kami pun berdua yang merupakan sama-sama murid Pak Kiyai Hijazi tertawa ngakak, karena mungkin sama-sama masih di posisi itu, manusia kebanyakan itu apalagi di musim Pemilu.
Oya, saat menulis ini, tiba-tiba terbersit bayangan, jika setiap Pejabat, Wakil Rakyat, Ulama, Pastor, Pendeta, Tentara, terlebih lagi Polisi, punya hobi ngantongin permen dan membagikan kepada anak-anak secara rutin, terutama dilingkungan dimana ia tinggal. Saya yakin nggak ada lagi kalimat: “Awas kalau nakal, nanti ditangkap Polisi lho?!”. Justru sebaliknya, anak-anak akan seneng bertemu Polisi, bahkan berharap, karena bakal dapat permen. Apalagi depan kantor atau Pos Polisi, misalnya selalu ada Polisi berseragam membagikan permen kepada anak-anak yang lewat. Sebab, tak sulit untuk menjadi manis dan memaniskan kehidupan, seperti manisnya permen “Pak Ustadz Kiyai” Hijazi yang dibagikan kepada anak-anak. Jika kebaikan menjadi kebiasaan, jika ilmu menjadi amalan, jika pandai menata pergaulan, jika diri tidak merasa paling mulia sehingga tetap bersahaja, ternyata Hidup ini akan harum bak semerbak minyak wangi sebagaimana akhir dari hidup Kiyai Haji Ahmad Hijazi yang terbukti menumpahkan aroma wangi.
Selamat jalan Guru, Orangtua, Kiyai dan Ulama kami tercinta. Terima kasih atas pengabdianmu sepanjang hayat. Walau kami rasa bergaul denganmu terlalu singkat, tapi didikan dan keteladananmu begitu melekat. Pak Kiyai telah membuktikan, setiap langkah telah menjadi ibadah, lelah menjadi lillah, berserah menjadi berkah, hanya Sorga Allah SWT menjadi tempat yang paling indah.
Salam Sang Kiyai!(*)