“Ada surat kuasa dari Direktrisnya,” kelit Pril Marori.
Tanya lagi, hanya berdasar surat kuasa kenapa saudara loloskan. Semestinya ini harus menjadi koreksi saudara selaku Pokja kepada Direktris.
“Sudah lengkap semuanya, ada KTP-nya di surat kuasa dari Direktris,” kelit Pril lagi.
Mendengar Pril Marori yang terus mencari pembenaran atas surat kuasa –bukan daftar personil perusahaan- akhirnya membuat majelis berang. Dengan nada tinggi Irwan Munir menegaskan seharusnya selaku Pokja tidak boleh meloloskan kalau hanya sebatas surat kuasa. Tetapi harus berdasar pada daftar personil.
“Surat kuasa sih surat kuasa tapi harus dicocok dengan daftar personil. Kenyataan di lapangan dari dakwaan jaksanya kalau Hasanudin Podang yang melaksanakan pekerjaan. Ini telah terjadi kontradiksi, karena Hasanudin Podang tidak cocok kompetensinya,’’ sesal Irwan Munir dengan nada tinggi.
Akhirnya –masih dengan nada tinggi- Irwan Munir memerintahkan agar JPU memeriksa Pokja?
“JPU harus periksa saksi ini,” tegasnya seraya menunjuk ke arah Pril Marori yang masih duduk di kursi saksi dan masih memegang mic.
Sementara itu selama bersaksi Pril Marori dan Heri juga dicecar apakah memperoleh fee 10 persen dari proyek rumah Tuhan yang bersumber APBD Provinsi Bangka Belitung Rp 4.569.300.000 dan Rp 1,5 M DIPA Kementerian Agama RI. Namun 2 pejabat muda PNS Kemenag ini mengelak dan hanya mengaku sebatas menerima honor.
Demikian juga saat dicecar pertanyaan kritis lainya seperti pengadaan konsultan perencana yang tanpa lelang itu. Bagi 2 saksi itu mereka tak terlibat diperencanaan. Demikian atas penentuan konsultan perencanaan sepenuhnya urusan PPK tak lain adalah terdakwa Denny Sandra. Pokja bagi mereka hanya sebatas menerima RAB dan DED guna dilelangkan.
Dalam perkara Tipikor yang telah merugikan keuangan negara secara total lost terungkap juga banyak pihak yang miliki peran. Mulai dari kepala Kemenag M Ridwan –yang juga atasan terdakwa Denny Sandra- sekaligus yang menyetujui adanya penambahan anggaran Rp 1.5 kepada Kementerian Agama RI.
Tim pengelola teknis dimana mengetahui kalau proyek Rumah Tuhan yang berlokasi kolong lumpur bekas tambang itu tanpa sondir alias kajian tanah. Yakni: Irawan Dwi Yuliantoro, Falih Al Asqolani, Agung Setia Budi, dan Kori (Konsultan Pengawas).
Pusat Litbang perumahan dan pemukiman kementrian PUPR dan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) dimana telah merekomendasikan –setelah bangunan miring- agar pekerjaan diteruskan dengan penguatan fondasi menggunakan helical pile. Padahal sedari awal memang proyek tersebut sudah memiliki persoalan karena tanpa sondir alias penelitian tanah.
Menariknya ada 2 pihak lain –selain konsultan dan kontraktor- yang diduga telah diperkaya atas dugaan korupsi ini Direktur CV. Candra Pratama, Yudi Candra (konsultan pengawas) senilai Rp 87.759.000 dan penyedia jasa konstruksi Direktur PT Geotek Konstruksi Indonesia, Yofy Kurniawan senilai Rp.1.321.121.340.
Siap Melaksanakan...
Terpisah salah satu JPU Laila membenarkan adanya perintah langsung majelis agar segera memeriksa Pril Marori dan Heri lebih mendalam. Namun harus melapor kepada pimpinan terlebih dahulu.
“Kalau sudah ada perintah majelis seperti itu berarti harus kita laporkan kepada pimpinan. Sebagai JPU siap-siap saja melaksanakanya,” kata Laila enteng.