PENGUSAHA yang juga mantan Wakil Ketua DPRD Bangka Belitung (Babel), Dedi Yulianto menegaskan, negara termasuk daerah ini akan maju jika ada kebebasan pers.
"Tapi, kebebasan pers itu bukan berarti kebablasan. Etika dan aturan tetap harus dipatuhi,'' ujar Dedi yang memang semasa duduk sebagai wakil rakyat selalu dijadikan awak media sebagai narasumber karena kevokalannya dalam berbicara dan mengkritisi suatu kebijakan.
Dikatakan pria yang kini termasuk Bakal Calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Dapil Babel itu, di era digital ini pers sudah banyak yang kebablasan.
''Kadang bertindak seperti aparat hukum saja. Kalau seperti itu sudah tidak benar,'' ujar Dedi lagi.
Selaku orang yang memang dekat dengan kalangan jurnalis, Dedi yang dalam kesempatan wawancara itu sempat menyatakan mohon dukungan dan doa restu masyarakat Babel --sehubungan dengan rencana pencalonannya di DPD-- mengemukakan, kadang kepada wartawan ia tak segan-segan mengkritisi, bukan karena kebencian tapi jurnalis itu sendiri.
''Karena banyak wartawan muda, kadang saya kritik langsung saja ke orangnya,'' tegas pria yang semasa menjadi Wakil Ketua DPRD Babel ruang kerjanya kerap dijadikan para jurnalis sebagai tempat berkumpul.
''Jujur saja, kadang kita dibuat sakit hati oleh pers. Tapi saya dulu karena dekat dengan pers, begitu ada yang saya nilai tidak tepat, saya sampaikan langsung. Kadang berdebat langsung dengan para jurnalis. Tapi karena di ruangan saya, jadi bicaranya bebas saja,'' tukas dengan suara khasnya.
Menurut Dedi, perkembangan media sosial (Medsos) sekarang ini menuntut media-media mainstream harus terus berbenah.
''Terutama media itu harus meningkatkan kemampuan dan perbaikan Sumber Daya Manusia (SDM)-nya. Media tetap dituntut untuk mematuhi kode etik jurnalistik. Ingat, jurnalis bukan aparat hukum, jangan menulis seperti sudah menghukum. Kadang ada jurnalis melakukan investigasi atas suaatu proyek misalnnya, melakukan pemeriksaan melebihi pengawas proyek. Kadang baru dugaan, ditulis seolah benar-benar sudah.
Di sini kadang perlu pembenahan. Kalau jurnalis dan atau media menulis bebas sebebasnya tanpa etika dan mengabaikan kode etik jurnalistik, lalu apa beedanya dengan Medsos? Itu sebabnya kemampuan SDM harus diperhatikan,''' tukasnya.