SEMENJAK ada kucing di rumah, Bujang merasa Emak sudah tidak perhatian lagi padanya. Bujang merasa Emak lebih sayang kucing daripada dirinya. Bujang cemburu.
Setiap pagi Emak selalu memberi makan kucing berbulu putih halus itu, baru kemudian menyiapkan makan untuknya. Jika kucing bermata biru itu tak terlihat barang sebentar saja, Emak langsung mencarinya.
Bahkan sebelum tidur di malam hari, Emak akan memastikan kucing dalam keadaan kenyang dan nyaman.
Jika kucing yang Emak beri nama Pusi itu sakit atau terluka, Emak pasti akan mengobatinya. Bahkan Emak sepertinya sangat lhawatir. Ia membuka youtube mencari tahu cara merawat kucing. Belum pernah ia melihat Emak menonton youtube bagaimana cara merawat anak.
"Ah, ini semua gara-gara kucing sialan itu. Aku harus protes.," rutuk Bujang dalam hati.
Emak tertawa saat Bujang menyampaikan aspirasinya. Bujang cemberut. Ia menilai bahwa dugaannya benar, Emak lebih sayang kucing.
"Bujang, kucing itu tak bisa cari makan sendiri. Sementara kau punya tangan, kaki, kau tinggal ke dapur lalu makan," tukas Emak.
"Kalau Pusi sakit, dia juga tak bisa cari atau beli obat ke apotek. Nah, kalau kau tinggal gas motor bututmu itu ke warung Bik Mino ," jelas emak.
Bujang berpikir bahwa perkataan Emaknya benar semua. Dirinya saja yang melow. Tapi, ia belum puas. Bujang akan menguji rasa sayang Emaknya dengan satu pertanyaan lagi.
"Mak, jika Mak tak punya uang dan harta lagi, yang tersisa hanya aku dan kucing, siapa yang bakal Mak jual?" tanya Bujang.
Emak diam sejenak. Bergantian dia memandang anaknya dan kucing yang ada di pangkuannya.
"Ya kucing inilah yang kujual," kata Emak dengan tegas.
Bukan main gembiranya Bujang. Emak ternyata sangat sayang sama dirinya. Buktinya Emak tak akan menjual dirinya. Emak rela melepas kucing itu. Artinya Emak tak mau kehilangan dirinya. Bujang merasa sangat bersalah karena mengira Emak mengabaikan dirinya.
"Maafkan Bujang, Mak. Selama ini Bujang salah sangka pada emak," kata Bujang.
Emak diam sejenak.