TAHUN 2022 yang akan berlalu, banyak meninggalkan tragedi bagi anak negeri ini. Harapan dan impian adalah agar peristiwa itu tak terulang di 2023 mendatang.
Salah satu diantaranya adalah peristiwa yang meresahkan para orang tua yang memiliki anak balita pada khususnya. Karena adanya cemaran senyawa berbahaya yakni Etilena Glikol dan Dietilena Glikol (EG dan DEG) pada pelarut obat sirop, anak-anak mengalami gangguan ginjal akut yang berujung gagal ginjal.
Gejala yang mereka alami yaitu sulit buang air kecil atau tak bisa buang air kecil sama sekali. Tak sedikit dari mereka yang harus mengalami cuci darah atau pemasangan kateter. Rata-rata, mereka memiliki riwayat obat sirop sebelumnya.
Laporan terbaru Kementerian Kesehatan per 19 Desember 2022, secara total sebanyak 324 kasus gangguan ginjal akut yang tercatat di Indonesia. Dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan sebanyak 178 anak di antaranya meninggal dunia.
Dalam laman resmi Kemenkes, pemerintah berfokus pada penyelamatan nyawa korban Gangguan Ginjal Akut Pada Anak (GGAPA) sejak kasus ditemukan di Indonesia pada Agustus 2022 lalu. Dalam menentukan penyebab, Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan berbagai pihak mulai dari IDAI, BPOM, Ahli Epidemiologi, Farmakolog dan Puslabfor Polri melakukan berbagai pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.
Berawal Laporan IDAI
Awalnya Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) curiga dengan banyaknya kasus anak dengan gangguan ginjal akut pada Agustus 2022. Setelah itu tren terus mengalami kenaikan. Kondisi ini bersamaan dengan kasus keracunan obat sirop juga di negara Gambia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan adanya cemaran berbahaya dalam obat sirop buatan India saat itu.
Dalam pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan terkait bakteri, virus serta penyebab organik lainnya, kendati demikian hasil pengobatan belum optimal kasus baru dan kematian masih terus terjadi. Langkah cepat berikutnya mencari informasi lebih lanjut adanya kemungkinan zat toksik, yang akhirnya dilakukan pemeriksaan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi oleh pasien, yang kemudian ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan AKI. Kemenkes dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan pemantauan dan pelacakan kasus di masyarakat guna menemukan kasus gagal ginjal akut sedini mungkin.
“Upaya ini membuahkan hasil di mana sejak 2 November tidak ada laporan kasus, baik yang merupakan kasus baru maupun kasus lama yang dilaporkan. Sejak 18 Oktober terjadi penurunan kasus kematian dan kasus baru, terutama sejak diterbitkannya Surat Edaran Kementerian Kesehatan pada 18 Oktober 2022 untuk tenaga kesehatan dan Apotek agar menghentikan penggunaan obat sirop dan obat cair lainnya untuk anak,” tegas laporan Kemenkes.
Kebijakan terkini yang dilakukan Kementerian Kesehatan adalah mengeluarkan Petunjuk Penggunaan Obat Sediaan Cair atau Sirop pada Anak dalam rangka Pencegahan Peningkatan Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal Nomor HK.02.02/III/3713/2022, yang ditetapkan pada 11 November 2022. Melalui surat edaran ini, seluruh fasilitas Kesehatan dan penyelenggara sistem elektronik farmasi (PSEF) dan toko obat dalam penggunaan obat diminta untuk berpedoman pada penjelasan Kepala BPOM terkait dengan daftar obat yang boleh digunakan, dikecualikan dan tidak boleh digunakan.
Angka Kematian mengalami penurunan sejak digunakannya antidotum atau penawar racun Fomepizole yang diberikan secara gratis sebagai bagian dari terapi/pengobatan pada pasien. Kementerian Kesehatan berupaya untuk mendapatkan total 246 vial obat Fomepizole dari Jepang, Singapura dan Australia tiba di Indonesia secara cepat dengan melakukan berbagai upaya mencari akses obat agar dapat segera diterima dan digunakan untuk menyelamatkan pasien anak.
6 Farmasi Nakal Ditindak
Pelajaran dari kasus ini, BPOM menindak 6 perusahaan farmasi yang memproduksi sirup obat dengan kadar cemaran EG/DEG yang melebihi ambang batas aman. Keenam perusahaan farmasi tersebut adalah PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, PT Afi Farma, PT Ciubros Farma, PT Samco Farma, dan PT Rama Emerald Multi Sukses. Keenamnya pun diberikan sanksi administratif berupa pencabutan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) hingga pencabutan seluruh izin edar produk sirup obat perusahaan farmasi tersebut. Kasus ini juga tengah bergulir di ranah kepolisian.
Harapan kita, semoga tak terulang.