Dalam dakwaan dihadapan majelis hakim yang diketuai Mulyadi beranggota hakim Dewi dan Warsono dinyatakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2015 para terdakwa dinilai telah melakukan beberapa perbuatan yang ada perhubungannya, meskipun perbuatan itu masing-masing telah merupakan kejahatan atau pelanggaran, sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan yang berturut-turut yaitu perbuatan terdakwa meminta mencari dan/atau mencari nasabah fiktif, mengajukan pembiayaan dan membuat laporan fiktif jaminan terhadap nasabah yang bersedia namanya dipakai atau dipinjam sebagai nasabah pembiayaan di Bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) cabang Toboali. Masing-masing nasabah fiktif yang disulap untuk menggarong duit BPRS itu atas nama Masnaini, Asmana, Febriansyah als Febri, Yopiko als Piko, Saklim dan Hidayatus Shofwan.
Menariknya dalam dakwaan diungkapkan nama-nama kredit fiktif itu juga turut kecipratan sejumlah uang receh sebagai tanda thanks you yang telah dipakai KTP dan KK. Sebagai berikut: Sunarya sebesar Rp 200.000, Saripah als Dundong als Bik Dong sebesar Rp 3.000.000.
Febriansyah als Febri sebesar Rp 10.000.000, Yopiko als Piko sebesar Rp 3.000.000, Saklim (DPO) berdasarkan daftar pencarian orang nomor: DPO/6/IX/2022/DitReskrimsus tanggal 2 September 2022 sebesar Rp 25.000.000, Basti (alm) sebesar Rp 200.000 dan Bambang Ermanto sebesar Rp 1.000.000.
Sementara itu terdakwa Paten sendiri menikmati fulus sebesar Rp 342.000.000 sedangkan Afdal sebesar Rp 60.800.000. Adapun total kerugian negara atau perekonomian negara yaitu PT BPRS Babel Cabang Toboali sebesar Rp530.000.000.
Diungkapkan juga modus dalam kejahatan ini atas ”kerjasama yang baik” antara terdakwa Paten dan Afdal berhasil mengumpulkan dokumen-dokumen kredit fiktif. Terutama KTP dan KK serta dokumen jaminan.
Dokumen-dokumen fiktif tersebut -sebanyak 6 orang lalu oleh Paten diserahkan kepada 5 petugas marketing untuk memprosesnya.
Paten juga selaku legal saat itu juga mampu meyakinkan anak buahnya itu supaya memproses dan menyetujuinya. Salah satu cara untuk meyakinkan para AO tersangka Paten mengatakan kalau calon nasabah adalah keluarga serta teman akrabnya.
Hingga akhirnya gayung bersambut, para marketing setuju hingga akhirnya diproseslah pembiayaan sesuai keinginan dari Paten.
Belum cukup di situ, menariknya lagi Paten juga menyetel orang-orang “sebagai pengganti” untuk menandatangani kredit serta pencairan. Hingga akhirnya semua berjalan dengan mulus dan fulus pun cair senilai Rp 530 juta itu.
Para terdakwa dijerat pidana pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.