“Intinya tersangka Paten ini yang merancang semuanya. Sehingga membuat pembiayaan ini tidak sebagaimana aturan yang berlaku di BPRS itu sendiri.
Nasabahnya fiktif, objek agunanya juga fiktif, demikian juga yang menandatangani serta si penerima pencairanya juga fiktif. Demikian juga dengan objek usahanya juga fiktif,” ujar perwira dengan 3 melati di pundak.
Lantas para AO ini sendiri memperoleh apa dari sang legal itu. Ternyata atas proses serta pencairan fulus yang mulus itu para AO juga memperoleh reward. Berupa kenaikan karir karena berhasil mencapai target memberikan pembiayaan itu.
“Uang yang diperoleh para AO itu sendiri tidak seberapa, karena dari Rp 530 juta itu sekitar 400 juta dinikmati oleh Paten sendiri. Sedangkan sisanya baru dinikmati oleh para AO dan Afdal,” tukasnya.
Bagaimana dengan pemulihan kerugian negara. Ternyata diakui oleh Maladi kerugian negara hanya berhasil dipulihkan senilai Rp 21.200.000 saja. itu setelah berhasil disita dari para AO itu sendiri.
Sedangkan dari Paten dan Afdal selaku penikmat kerugian negara belum mengembalikanya kepada penyidik.
Jadi untuk uangnya kerugian negara terbesar di Paten belum ada dikembalikan sama sekali kepada penyidik. Sehingga kerugian negara kita nilai total lost,” tandasnya.
Para terdakwa dijerat pidana pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP
Menuai Kontroversi?
Penyidikan yang sudah berlangsung lebih dari setahun yang lalu itu, tepatnya pada 2 Agustus 2021 ternyata tak luput menuai kontroversi. Pasalnya dalam keterangan pers kepada awak media kemarin penyidik tidak membeberkan peran dari pimpinan cabang BPRS Toboali kala itu yakni Untung Lesmana.
Padahal sangat janggal bilamana sampai kerugian negara yang ditetapkan penyidik adalah total lost namun tanpa penetapan tersangka kepada atasan para tersangka itu sendiri. Apalagi penetapan tersangka telah ramai-ramai kepada legal hingga AO.
Terpisah Maladi mengatakan pertanggung jawaban hukum dalam perkara ini bagi penyidik cukup sebatas kepada level legal hingga AO saja. Sebab otak kejahatanya ada pada legal sementara para AO sebatas telah memperkaya orang lain dalam hal ini adalah Andi Padri als Paten.
“Jadi otak utamanya adalah legalnya, AO nya memproses sehingga mempermudah terjadinya pencairan fiktif itu. Sedangkan pimpinan memang yang menyetujui atas kredit yang diajukan –yang kemudian fiktif itu- namun tak tahu kalau itu adalah fiktif,” sebutnya.
“Demikian juga dengan yang menikmati uang kejahatan tersebut adalah para tersangka itu sendiri. Terutama dari Paten selaku legal, yang digunakanya untuk kebutuhan hidup. Kalaupun uang kejahatan tersebut sampai mengalir ke pimpinan tentu pertanggung jawaban hukumnya akan berbeda,” ucapnya.
Belum Dilimpah ke Jaksa
Perkara tersebut walau sudah P21 namun belum diserahkan kepada jaksa penuntut (JPU) di Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung. Dikatakan Maladi pelimpahan tersebut hanya menunggu waktu saja.