OTT KPK yang \\\'Dirindukan?\\\'

Senin 27-12-2021,06:12 WIB
Editor : babelpos

DARI sekian provinsi di Sumatera, satu-satunya daerah yang belum pernah ada peristiwa pejabatnya terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Oleh: Syahril Sahidir - CEO Babel Pos Grup -- KALAU provinsi lain --lebih-lebih Provinsi Sumatera Selatan--, komisi anti rasuah sudah masuk hingga ke tingkat Kabupaten. Apakah Babel ini bersih? Tidak juga. Bahkan kalau mau jujur, kasus Tipikor yang diusut oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Babel dan jajaran misalnya, nilai kerugian negaranya ada yang jauh di atas kerugian negara hasil tangkapan OTT KPK. Sebut saja kasus Tipikor Kredit Modal kerja (KMK) BRI Pangkalpinang, misalnya. Nilai kerugian negaranya hampir Rp 50 Miliar. Bahkan --kalau mau jujur lagi--- saat ini ada sederet \\\'masalah\\\' kalau belum boleh dikatakan \\\'kasus\\\' yang tengah digarap aparat hukum khususnya di bidang Tipikor. Lantas mengapa baru-baru ini isu OTT KPK demikian seksi sehingga cepat menyebar di daerah ini? *** \\\'\\\'BANG ada isu OTT KPK?\\\'\\\' Demikian laporan WA hari itu dari seorang wartawan Babel Pos kepada penulis. \\\'\\\'Cek dulu kebenarannya?\\\'\\\' \\\'\\\'Tapi gak ada yang mau ngomong, Bang?\\\'\\\' \\\'\\\'Berarti tidak benar!\\\'\\\' \\\'\\\'Tapi sudah heboh, Bang?\\\'\\\' \\\'\\\'Itulah namanya isu. Kalau tak heboh, tak isu namanya?\\\'\\\' Bersumber dari isu itu, wartawan Babel Pos sudah mau menulis. Tapi, penulis tegas menyatakan jangan. \\\'\\\'Minimal, di online kita aja dulu, Bang?\\\'\\\' \\\'\\\'Jangan...\\\'\\\' \\\'\\\'Cek ke Polda atau Kejati. Kalau dua lembaga itu saja tidak tahu menahu, berarti itu tidak benar. Karena bagaimanapun, orang-orang KPK tentu tetap akan melakukan pemeriksaan awal, paling tidak pengamanan sementara di kantor kedua lembaga itu. Meski Polda dan Kejati tidak bisa memberi keterangan, tapi paling tidak kedua lembaga itu akan ikut memback up, paling tidak pengamanan sementara sebelum boyong ke Jakarta! Dan itu tentu ada hiruk pikuknya!\\\'\\\' Tegas penulis. Dan kedua lembaga itu ternyata tidak tahu menahu, dan tidak ada hiruk pikuknya di sana. Itu berarti tidak benar! Dan terbukti tidak benar. Dan jangan dibuat beritanya. Karena kalau itu dimuat, berarti ikut menggoreng isu. Lantas, mengapa sampai sekarang masih diributkan? Yah, yang diributkan itu adalah ...ketidakbenarannya... Bagaimana dengan Sekda Babel Naziarto yang kini dikecam anggota DPRD Babel karena menjawab pertanyaan wartawan soal OTT KPK? Dari hasil penelusuran penulis, jawaban Sekda Babel terlihat sangat normatif. Namun, karena yang menanggapi itu adalah adalah Sekda, sehingga seolah menjadi sebuah \\\'pembenaran\\\'. Memang, dalam posisi sebagai pejabat kadang serba salah. Apalagi Naziarto yang notabene juga pernah lama menjadi jurnalis. Dijawab, jadi salah. Tidak dijawab, merasa bersalah. Bahkan, bukan tidak mungkin jika wartawan bertanya dan Sekda Babel Naziarto hanya diam saja, wartawan akan menulis: \\\'\\\'Ditanya Soal OTT KPK, Sekda Bungkam?\\\'\\\' Atau, Sekda Babel yang ditanya via WA atau ditelp tidak menjawab. Bukan tidak mungkin keluar di media wartawan akan menulis: .....Sementara itu, Sekda Babel, Naziarto yang biasanya mudah dihubungi, kali ini memilih bungkam. Beberapa pertanyaan yang dilontarkan wartawan, hanya dibaca, namun tidak ditanggapi...\\\'\\\' Atau, ... Sekda no comment\\\'\\\', atau apalah. Dan, apapun jawaban Sekda, \\\'nilai rasa\\\' dan \\\'pemaknaan\\\' tetap mengarah ke seolah-seolah sebuah pembenaran. Bagi jurnalis, dijawab atau tidak sebuah pertanyaan, adalah \\\'jawaban\\\'. \\\'Tidak bisa ditemui\\\' atau \\\'apalagi tak mau ditemui\\\', itu juga jawaban. *** INI sebuah anekdot saja. Seorang kepala daerah berkunjung ke suatu daerah. Ketika baru turun pesawat, Seorang jurnalis bertanya: \\\'\\\'Pak, bagaimana tanggapan Bapak dengan banyaknya prostitusi di daerah ini?\\\'\\\' \\\'\\\'Oh, memang di daerah ini banyak prostitusi ya?\\\'\\\' Tanya balik sang kepala daerah. Besoknya, keluar di media sang jurnalis dengan berita berjudul: \\\'\\\'Turun Pesawat, Kepala Daerah Tanya Tempat Prostitusi...\\\'\\\' Nah, salah siapa? Pernah juga terjadi di daerah ini, seorang Bupati dimintai tanggapan soal pertambangan oleh wartawan: \\\'\\\'Jadi, Bapak tetap tidak setuju dengan pertambangan ilegal, ya Pak?\\\'\\\' Iyah...\\\'\\\' \\\'\\\'Intinya, Bapak nyatakan perang terhadap tambang ilegal, ya Pak?\\\'\\\'\\\' \\\'\\\'Iyah...\\\'\\\' Besoknya, keluar di media dengan judul besar-besar: \\\'\\\'Bupati Nyatakan Perang Terhadap Tambang Ilegal...\\\'\\\' Disertai dengan ilustrasi Bupati Mengenakan Pakaian Perang lengkap dengan senjata. Padahal yang nyatakan \\\'perang\\\' itu siapa sebenarnya? *** KEMBALI ke soal OTT KPK? Ada apa sebenarnya? Yah, di sini seolah ada kerinduan akan kejadian OTT KPK yang memang belum pernah terjadi di daerah ini? Sehingga begitu cepat isu itu menyebar mengalahkan sebuah kebenaran? Bukankah pengusutan korupsi di daerah ini tidak kurang garang dan tidak kecil juga nilainya dibanding OTT KPK yang pernah dan kerap terjadi di daerah lain? Di sinilah bedanya. OTT KPK memang rata-rata selama ini akan menjerat pejabat politik. Mulai dari Kepala Daerah, Wakil Rakyat (DPR/DPRD), baru diiringi kalangan pejabat eksekutif atau bisa juga yudikatif. Sementara, pengusutan Tipikor yang ada di daerah ini rata-rata berada di tataran pejabat eksekutif. Lebih serunya lagi, media dan publik tak perlu mendesak apalagi mesti memberitakan berulang-ulang, karena tak perlu menunggu lama, hanya dalam tempo paling lama 3 hari KPK akan mengumumkan secara resmi siapa tersangkanya --dengan ciri berompi oranye--, disertai menampilkan barang bukti uang dan barang. Tak ada \\\'senyap-senyapan?\\\' Jadi wajar jika baru isu saja, OTT KPK itu demikian seksi. Bukankah yang seksi itu indah dan menggairahkan? ***

Tags :
Kategori :

Terkait