Profesi Akuntansi Naik Kelas, Kini Jadi Pengawal Keberlanjutan

Suhaidar --Foto: ist
Oleh: Suhaidar
Dosen Akuntansi FEB UBB
___________________________________________
Dalam beberapa tahun terakhir, profesi akuntansi mengalami evolusi besar. Dari peran konvensional yang terbatas pada pencatatan transaksi keuangan dan pelaporan laba-rugi, kini para akuntan dituntut untuk mengambil posisi strategis sebagai pengawal keberlanjutan (sustainability guardian). Fenomena ini muncul seiring meningkatnya kesadaran global terhadap isu-isu lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan (Environmental, Social, and Governance – ESG).
Tren global ini juga tengah marak di negara-negara maju, seperti Inggris, di mana profesi akuntansi kini berperan penting dalam mendukung transparansi dan akuntabilitas perusahaan terhadap dampak bisnis mereka kepada lingkungan dan masyarakat. Peran ini tak hanya bersifat pelengkap, tetapi justru strategis karena menentukan arah kebijakan perusahaan dalam jangka panjang, khususnya menghadapi berbagai regulasi terkait pelaporan keberlanjutan.
Lalu bagaimana dengan Indonesia, terutama di daerah seperti Kepulauan Bangka Belitung?
Transformasi profesi akuntansi ini sejatinya tidak hanya relevan bagi kawasan metropolitan atau perusahaan-perusahaan besar, tetapi juga sangat penting bagi pengembangan daerah. Bangka Belitung yang dikenal sebagai daerah dengan potensi alam besar—termasuk tambang, perikanan, hingga wisata—memerlukan peran akuntan yang mampu mengintegrasikan aspek lingkungan dan sosial ke dalam laporan keuangan dan strategi bisnis lokal.
Akuntan di Bangka Belitung dapat berperan sebagai agen perubahan dengan memastikan bisnis lokal tidak hanya mengejar profit jangka pendek, tetapi juga memperhatikan dampak jangka panjang terhadap ekosistem lingkungan, kesejahteraan sosial masyarakat sekitar, serta tata kelola bisnis yang baik. Di sinilah pentingnya peran strategis akuntan ESG—akuntan yang mahir dalam pelaporan dan analisis keberlanjutan, sekaligus menjadi penasihat strategis untuk mendorong investasi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
BACA JUGA:Pulau Tujuh Bukan Sekadar Gugusan Karang, Dukung Langkah Gubernur Babel ke Mahkamah Konstitusi
BACA JUGA:PPDB Babel: Setiap Tahun Kita Bingung!
Untuk mewujudkan peran baru ini, ada beberapa langkah strategis yang perlu segera diambil. Pertama, kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan asosiasi profesi seperti Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam penyusunan kurikulum pendidikan akuntansi berbasis ESG. Langkah ini memastikan lulusan perguruan tinggi lokal mampu memenuhi kebutuhan dunia usaha yang semakin peduli keberlanjutan.
Kedua, pemerintah daerah dan asosiasi profesi perlu mendorong terciptanya pelatihan khusus bagi akuntan yang sudah bekerja agar mereka dapat memahami standar pelaporan internasional seperti Global Reporting Initiative (GRI) atau IFRS Sustainability Standards. Ini penting untuk meningkatkan kapasitas profesional lokal dalam menghadapi persaingan global sekaligus mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan.
Ketiga, peran pemerintah dalam menciptakan regulasi lokal yang mendorong pelaporan keberlanjutan tidak boleh diabaikan. Regulasi yang jelas akan menciptakan iklim bisnis yang transparan, yang pada akhirnya menarik investasi berkelanjutan ke Bangka Belitung.
Dengan demikian, naik kelasnya profesi akuntansi sebagai pengawal keberlanjutan bukan sekadar fenomena internasional atau nasional, melainkan juga kebutuhan mendesak di daerah seperti Bangka Belitung. Transformasi ini adalah investasi strategis untuk masa depan daerah yang lebih baik, adil, dan berkelanjutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: