Sebuah Refleksi menyambut International Workers Day, TIMAH INDONESIA, 271 VS 2700

Sebuah Refleksi menyambut International Workers Day, TIMAH INDONESIA, 271 VS 2700

Riki Febriansyah-screnshoot-

Oleh: Riki Febriansyah

Ketua IKATAN KARYAWAN TIMAH

Wilayah Pangkalpinang

 

Perubahan Lingkungan Bisnis

Bagi PT TIMAH Tbk, peristiwa kasus dugaan tindak pidana korupsi dan Tata Niaga Komoditas Timah di wilayah IUP di TINS tahun 2015 – 2022 mungkin saja adalah turbulensi terbesar yang pernah dihadapi perusahaan. 

--------------

PERISTIWA ini tidak hanya dilihat dari persoalan hukum yang berimplikasi kepada roda bisnis dan fokus pekerja pada perusahaan, proses hukum yang memunculkan analisa kerugian ekologis dan keterlibatan public figure nasional telah secara eksponensial membentuk viralitas opini publik yang luar biasa, tentu saja bagi PT TIMAH Tbk sebagai perusahaan pertambangan dengan market ekspor hal ini adalah sebuah kondisi anomali dalam konteks reputasi perusahaan. 

Namun bak drama korea, benarkah babak demi babak cerita ini akan semakin membuat PT TIMAH Tbk berada pada posisi yang bersalah? Faktanya sejak kasus ini digelar medio 2023 seakan akan peristiwa ini adalah hal baru yang tiba–tiba membuat publik secara nasional terkaget–kaget.

Secara objektif, pemahaman akan cerita sebelumnya menjadi penting agar alur cerita pada sekuel dapat dinikmati dan menjadi edukasi untuk langkah – langkah perbaikan kedepan. Sebagai penghasil dan penyumbang utama timah dunia, Indonesia sebenarnya menaruh perhatian tinggi terhadap sektor tambang ini. Bahkan pemerintah melalui PP No 27 Tahun 1980 sempat menjadikan komoditi ini menjadi bahan galian golongan A dengan klasifikasi strategis.

Periode tahun 1997-1998 timah bahkan menjadi komoditi yang menopang devisa pada saat krisis lewat ekspor dua perusahaan yakni PT Timah Tbk dan PT Koba Tin. Namun ditengarai, faktualnya Timah dari Bangka Belitung juga mengalir ke pasar gelap. Pada masa itu, penyelundupan pasir (Ore) timah marak terjadi. Reformasi 1998 mengakibatkan perubahan besar terhadap perjalanan bangsa, termasuk pengelolaan sumber daya alam khususnya bisnis pertimahan. Tahun 1998 disaat Indonesia mengalami guncangan politik, negara melalui PT Timah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan pendulangan di areal konsesi milik perusahaan dan kemudian medio 1999, kegiatan ini meningkat dan menyebar dan berkembang menjadi penambangan illegal / tanpa izin yang oleh masyarakat Bangka dikenal dengan nama Tambang Inkonvensional alias TI.

Apakah memang kondisi krisis ini yang membentuk sebuah cara berfikir baru? faktanya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengejutkan dengan menerbitkan SK Menperindag No 146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22 April 1999. Aturan ini secara langsung membuat status timah sebagai komoditas strategis dicabut sehingga timah menjadi barang bebas. Dia tidak lagi diusahakan secara full kontrol oleh pemerintah namun juga dapat dilakukan oleh pihak swasta. 

Mulai saat itu, timah mulai menjadi primadona baru. Tambang illegal tanpa izin yang kemudian dikenal dengan Tambang Inkonvensional marak berkembang dikenal masyarakat Bangka Belitung sampai dengan pemodal diluar Bangka Belitung, smelter–smelter timah swasta mulai merebak membentuk ekosistem yang justru tak terkendali. Bendera start perdagangan bebas pasir timah sampai dengan disparitas harga pada lapisan bawah menjadi issue utama, hingga 25 tahun kemudian sampai saat ini, Bangka Belitung masih berada pada ceruk yang sama. Disaat tataran global bicara tentang revolusi 4.0 dan budaya “VUCA”.

PT TIMAH Tbk telah menghadapi perubahan lingkungan bisnis yang nyata sejak tahun 2000 ketika keran mineral strategis dibuka, mirisnya sejak itu setiap tahun PT TIMAH Tbk sebagai representasi negara dan pemilik IUP terbesar (yang dilakukan penambangan) di Bangka Belitung justru hanya memproduksi kurang dari 50 % timah Indonesia yang diekspor. Pada data yang dipresentasikan pada saat kegiatan FGD PT TIMAH Tbk bersama Lemahanas medio maret 2023, terlihat anomali volume ekspor timah Indonesia selalu terjadi pada tahun yang terdapat momentum perubahan regulasi atau penertiban yang dilakukan oleh negara (2007 dan 2009).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: