Heryawandi: SE Larangan Beli BBM Subsidi Harus Diperkuat Aturan Pendukung
Heryawandi SE--
BABELPOS.ID.- Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Heryawandi menyatakan, Terbitnya Surat Edaran (SE) PJ Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 541/259/IV yang mengatur pembatasan pembelian BBM Bersubsidi (Solar) bagi pengguna kendaraan yang memiliki tunggakan pajak kendaraan, sebenarnya bertujuan positif. Diantaranya:
1) Untuk peningkatakan pendapatan asli daerah (PAD) melalui pajak kendaraan, sekaligus juga mengingatkan pemilik kendaraan agar menunaikan kewajibannya ke negara.
BACA JUGA:Dukung Implementasi SE Gubernur Babel, Pertamina Pastikan Ketersedian BBM Bersubsidi
2) Untuk penertiban juga bagi kendaraan luar daerah --bukan plat BN-- agar mengalihkan atau memindakan pembayaran pajaknya ke daerah ini. Jangan sampai beroperasi dengan menggunakan jalan di Babel, tapi pajak dibayar ke daerah lain.
''Namun untuk mlebih efektif dan berjalannya SE tersebut, maka harus ada aturan pendukung prihal larangan itu. Karena kalau tidak, pihak SPBU juga menjadi kesulitan untuk menerapkannya,'' ujar Heryawandi lagi.
DPRD tentu berharap kebijakan itu punya dampak positif. Karena pada prinsipnya, selagi aturan dan SE itu memang mempunyai dasar hukum yang kuat dan untuk kepentingan daerah, dewan pasti mendukung. Namun jika landasan yang dipakai ada, maka pelaksanaan atau penerapan aturan itu sendiri justru menjadi terhambat akibat landasannya tidak kuat,'' ujar Heryawandi lagi.
BACA JUGA:Soal Kendaraan Nunggak Pajak Tak Bisa Isi BBM, Ini Kata Ombudsman Babel
Seperti diketahui, terbitnya SE PJ Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 541/259/IV yang mengatur pembatasan pembelian BBM Bersubsidi (Solar) bagi pengguna kendaraan yang memiliki tunggakan pajak kendaraan mendapat respon berbagai pihak, termasuk dari Ombudsman RI Perwakilan Babel.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Babel, Shulby Yozar Ariadhy menyatakan, kebijakan ini punya tujuan yang baik dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah. Namun untuk pencapaian tujuan yang baik tersebut perlu diikuti tata kelola atau kelembagaan kebijakan.
''Sepertinya pengaturan distribusi BBM bersibsidi melalui instrumen fuel card yang berdasarkan SE ini masih kurang kuat secara legalitasnya. Jadi kami mendorong pihak Pemprov untuk dapat memperkuat tata kelola kebijakan yang diambil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,'' ujar Shulby.
Sementara itu, Dosen Hukum Tata Negara (HTN) UBB, Muhammad Syaiful Anwar, menyatakan, adanya sanksi di SE itu masih dipertanyakan dasar hukumnya. Karena dalam kacamata HTN, SE sendiri bukanlah normal hukum, karena melandaskan pada UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
BACA JUGA: Penunggak Pajak Tak Boleh Beli BBM Subsidi? Ingat! SE Bukan UU tak Boleh Ada Sanksi
SE tidak dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan, dan hanya memuat pemberitahuan tentang hal tertentu yang dianggap mendesak.
''Dalam SE tersebut, pada Point 9, terdapat 'isyarat sanksi' terhadap kendaraan yang 'menunggak 2 bulan' maka akan diblokir., hal ini merupakan bagian dari sanksi, sanksi adalah bagian dari suatu peraturan perundang-undangan,'' tegasnya.(red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: