BENTENG PENUTUK DI PULAU LEPAR (Bagian Sepuluh)

 BENTENG PENUTUK   DI PULAU LEPAR  (Bagian Sepuluh)

Oleh: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP

Sejarawan dan Budayawan

Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia

 

SCHETS Taalkaart van de Residentie Bangka menjadi menarik karena K.F. Holle adalah seorang Belanda yang telah melakukan survei terhadap 224 bahasa di seluruh Indonesia selama 40 tahun.

-------------

DAN K.F. Holle juga menggambarkan dengan rinci persebaran Enam dialek bahasa di Keresidenan Bangka, yaitu Bangka Maleisch dialecten (dialek Melayu Bangka), Daratsche dialecten (dialek Orang Darat), Maporeesch dialecten (dialek Mapor), Chineesch dialecten (dialek Cina), Rijau-Lingga dialecten (dialek Riau-Lingga), dan Sekaahsch dialecten (dialek Sekak). Dalam peta bahasa tersebut digambarkan bahwa pada pulau Lepar dan pulau Liat atau Leat digambarkan dengan warna Abu abu yang dalam legenda peta dinyatakan bahwa pada wilayah tersebut berkembang Sekaahsch dialecten (dialek Sekak) dan Daratsche dialecten (dialek Orang Darat). Di samping di pulau Lepar dan pulau Liat/Leat, penyebaran dialek Sekak (Sekaahsch dialecten) juga berkembang di Onderdistricten Pandji Sekak di 

BACA JUGA:BENTENG PENUTUK DI PULAU LEPAR (Bagian Sembilan)

Districten Belinjoe. Menelisik wilayah tempat tinggal masyarakat Kepulauan Lepar yang ada di daratan pulau pulau dan ada yang tinggal di perahu (Perau lipat kajang atau Perau gobang) pada wilayah laut, dapat disimpulkan, bahwa salah satu dialek bahasa yang berkembang di Keresidenan Bangka adalah didasarkan pada dialek regional karena penuturnya tinggal di tempat atau wilayah tertentu seperti orang Darat dengan dialek Daratnya dan orang Laut dengan dialek laut atau dialek Sekak. 

BACA JUGA: BENTENG PENUTUK DI PULAU LEPAR (Bagian Delapan)

Dalam penelitian Prof. Dr. Akifumi Iwabuchi, Januari, Tahun 2013, saat itu masih tersisa sekitar 18 kepala keluarga orang Sekak di kelompok Lepar dan kampung Pongok di pulau Leat dengan populasi sekitar 68 orang yang tinggal di Kumbung (pulau Lepar) dan di Pongok (pulau Liat) (Iwabuchi, 2013:3,4). Lokasi situs yang kerap digunakan oleh orang Sekak kelompok Lepar dan kampung Pongok di pulau Leat melakukan tradisi Muang Patung atau Buang Jung yaitu di kampung Kumbung pulau Lepar. Dari laporan akhir Penelitian Antropologi Kelautan di pulau Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung oleh Prof. Dr. Akifumi Iwabuchi, Januari, Tahun 2013, untuk jumlah penutur bahasa Sekak masih tersisa sekitar 200 orang dari 860 orang Sekak yang tersebar di kelompok Teluk Kelabat, kelompok pulau Semujur, kelompok Lepar Pongok, kelompok Tanjung Pandan dan kelompok Gantung Manggar.

BACA JUGA:BENTENG PENUTUK DI PULAU LEPAR (Bagian Tujuh)

Populasi penutur yang kecil dari dialek Sekak (Sekaahsch dialecten) membuat bahasa ini sangat rentan terhadap proses perubahan bahasa yang tidak sehat dan membahayakan eksistensi bahasa Sekak (Sekaahsch dialecten). Crystal (2000:20) berpendapat, bahwa bahasa yang berpenutur sekurang-kurangnya 1000 orang dapat dikategorikan sebagai bahasa yang masih memiliki daya hidup (viable but small) dan masih mungkin untuk direvitalisasi. Namun harus ada kemauan untuk menyelamatkan bahasa-bahasa itu mengingat daya saingnya sangat lemah, sehingga sulit untuk bersaing dengan bahasa-bahasa yang dominan.

BACA JUGA: BENTENG PENUTUK DI PULAU LEPAR (Bagian Enam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: