Sejarah Perkembangan Agama Protestan di Pulau Bangka

Sejarah Perkembangan Agama Protestan di Pulau Bangka

Akhmad Elvian - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan--

Oleh: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia

BERDASARKAN Algemeen Verslag Der Residentie Banka Over Het Jaar 1850, Bundel Bangka No. 41 dan dalam Keputusan Pemerintah Hindia Belanda, tanggal 2 Agustus Tahun 1850 Nomor 1, dinyatakan bahwa pemerintah Kolonial Belanda mengirimkan seorang pendeta bernama J.F. Fraisinck untuk memberikan pelayanan keagamaan di pulau Bangka. 

Pada tahun ini dikatakan belum ada gereja agama Protestan yang didirikan di pulau Bangka. Para pendeta yang berkunjung ke Pulau Bangka biasanya tinggal di rumah pejabat pemerintahan dan melakukan pelayanan keagamaan di gedung-gedung milik pemerintah. Pada masa pemerintahan Residen J.E Edie (memerintah pada Tahun 1925-1928 Masehi), atau masa residen keempat, sejak ibukota keresidenan Bangka dipindahkan dari Kota Mentok ke Kota Pangkalpinang, Pemerintah Kolonial Belanda pada Tahun 1926/1927 Masehi, mulai membangun gedung Kerkeraad Der Protestansche Gemeente to Pangkalpinang. 

Gereja ini merupakan bagian dari Gereja Protestan di Indonesia (GPI) yang berkantor pusat di Batavia sejak Tahun 1619 Masehi yaitu Der Protestansche Kerk in Nedherlandsch-Indie, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Indische Kerk, dengan alamat Majelis Sinode GPIB Jalan Medan Merdeka Timur Nomor 10 Jakarta. Gedung Kerkeraad Der Protestansche Gemeente to Pangkalpinang dibangun Pemerintah Hindia Belanda terletak di gemeente Pangkalpinang yaitu salah satu dari 163 gemeente di Pulau Bangka yang dibentuk pada Tahun 1916 Masehi oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada masa Residen A.J.N. Angelenberg, berdasarkan Inlandshe Gemeente Ordonantie dan Inlandshe Gemeente Ordonantie voor Buitengewesten.

Perkembangan dan penyebaran agama Protestan di Nusantara termasuk di Pulau Bangka, berlangsung seiring dengan perkembangan sejarah kekuasaan kolonial Belanda. Pada awalnya gereja di Nusantara pengelolaannya dilakukan oleh VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie) dan kemudian dikelola oleh pemerintah Kerajaan Belanda. Penyerahan kekuasaan dari VOC ke Kerajaan Belanda, termasuk penyerahan kekuasaan pengelolaan atas gereja kepada Pemerintah Kerajaan Belanda dilaksanakan pada Tahun 1799 Masehi, setelah VOC dibubarkan secara resmi pada tanggal 31 Desember 1799 Masehi karena mengalami kebangkrutan. 

Pemerintah Kerajaan Belanda mengambil alih pengaturan pelayanan gereja di wilayah Hindia Belanda secara langsung dan berada di bawah pengawasan Kementerian Perdagangan dan Penjajahan. Pemerintah Belanda melalui keputusan Raja Willem I, kemudian menyatukan gereja-gereja protestan (Calvinis dan Lutheran) di daerah jajahan Hindia Belanda menjadi Gereja Protestan Indonesia (GPI). Mengingat penyatuan dan pengaturan negara terhadap gereja tidak sesuai dengan semangat dan esensi gereja, maka gereja-gereja di Hindia Belanda pada waktu itu berusaha untuk melepaskan diri dari negara dan menjadi gereja mandiri yang memisahkan diri dengan negara. 

Gereja-gereja yang berhasil mandiri tersebut antara lain Gereja Masehi Injil di Minahasa (GMIM) pada Tahun 1934 Masehi, Gereja Protestan Maluku (GPM) pada Tahun 1935 Masehi dan Gereja Masehi Injil di Timor (GMIT) pada Tahun 1947. Selanjutnya pada Tahun 1948 Masehi atau tiga tahun setelah kemerdekaan, dalam sidang Sinode di Bogor ditetapkan, bahwa jemaat-jemaat gereja yang berada di wilayah bagian Barat dari Gereja Masehi Injil di Minahasa (GMIM), Gereja Protestan Maluku (GPM) dan Gereja Masehi Injil di Timor (GMIT), dimekarkan kemandiriannya menjadi Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB), termasuk Kerkeraad Der Protestansche Gemeente to Pangkalpinang, mejadi GPIB Maranatha di Pangkalpinang. 

GPIB Maranatha Pangkalpinang memiliki ciri khas yang unik dan menarik karena terdapat menara jam yang besar dan dapat dilihat pada posisi empat penjuru mata angin serta berfungsi untuk mengingatkan pentingnya waktu bagi masyarakat Pangkalpinang (sayangnya angka jam penunjuk waktu pada sisi sebelah Timur menara sudah dihilangkan karena pada sisi Timur menara dibangun tangga untuk mencapai bagian atas menara dan salib gereja). Orang Pangkalpinang sering menyebut GPIB Maranatha dengan sebutan Gereja Menara Jam. Mesin jam dengan sistem penggerak otomatis berada pada bagian tengah menara gereja diproduksi oleh NEDERLANDSCHE FABRIEK VAN TORENUURWERKEN B.E IJSBOUTS ASTEN dengan Nomor 3061 berangka tahun ANNO 1930. 

Mesin jam walaupun sudah sangat tua berusia sekitar  93 tahun, tetapi masih berfungsi dengan baik menggerakkan jarum-jarum jam di puncak menara dan menggerakkan lonceng terbuat dari logam yang berdentang sekali setiap setengah jam dan berdentang tepat sesuai dengan jumlah saat waktu yang ditunjukkan pada jam. Sayang sekali Lonceng jam gereja terbuat dari logam tersebut tidak menjelaskan siapa pembuatnya hanya tertulis  berangka Tahun 1928 Masehi.

GPIB Maranatha Pangkalpinang dibangun Pemerintah Kolonial Belanda pada posisi strategis di sebelah Timur rumah residen (residentshuis te Pangkalpinang op Bangka). 

Gereja dibangun lengkap bersama pastorinya (rumah pendeta) dengan posisi gereja menghadap ke arah Barat terletak di areal tanah seluas 1.567 m2, di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 1 Pangkalpinang. Pada bagian depan bangunan terdapat tugu Titik Nol pulau Bangka dan Resident Straat atau sekarang Jalan Merdeka Pangkalpinang. Letak Astronomis GPIB “Maranatha” terletak pada 02º07’14”LS-106º06’50” BT(48 M 0623866 mU-9765566 mT) dan secara geografis berbatasan sebelah Utara dulu dengan Kantor Polresta Pangkalpinang, sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Jenderal Sudirman dan sebelah Timur berbatasan dengan perumahan penduduk serta sebelah Selatan berbatasan dengan gedung PDAM lama. Pemerintah Hindia Belanda menempatkan pertama kali seorang pendeta Belanda bernama J.N. Beiger untuk melayani  dan mengurus jemaat GPIB Maranatha Pangkalpinang. 

Gereja Maranatha Pangkalpinang merupakan salah satu dari 8 (delapan) Jemaat GPIB yang ada di Pulau Bangka dan pulau Belitung, 6 (enam) Jemaat berada di Pulau Bangka dan 2 (dua) Jemaat berada di Pulau Belitung. GPIB tersebut berturut turut adalah GPIB “Immanuel” Tanjungpandan, yang berlokasi di Kawasan Pantai Tanjungpendam. Gedung gereja adalah pemberian dari PT. Timah untuk pembinaan kehidupan rohani karyawan Timah, yang kemudian pengelolaannya diserahkan kepada GPIB. Saat ini jemaat GPIB “Immanuel” Tanjungpandan memiliki 4 sektor dalam kota dan 3 pos Pelayanan dan Kesaksian (Pelkes) yaitu Pos Pelkes Kembiri, Pos Pelkes Jangkang dan Pos Pelkes Rebinmas.

GPIB selanjutnya yang berlokasi di pulau Belitung adalah GPIB Jemaat “Karunia” Manggar, Belitung Timur. GPIB Karunia terbentuk pada tahun 1970, terletak di Jalan Kantor Pajak No. 123 Manggar dengan jemaat umumnya berasal dari karyawan PT. Timah. Jemaat GPIB “Karunia” Manggar memiliki 1 Pos Pelkes dengan jarak sekitar 30 km dari Manggar, yaitu Pos Pelkes Maranatha Kelapa Kampit. 

Di samping GPIB Maranatha Pangkalpinang, GPIB lainya yang ada di pulau Bangka adalah Gereja jemaat Ora Et Labora di Sungailiat, yang berdiri sekitar tahun 1950 Masehi. Jemaat gereja ini awalnya merupakan bagian jemaat GPIB Maranatha Pangkalpinang. Tenaga pelayan pun masih didatangkan dari Pangkalpinang. Pada tahun 1956 Masehi persekutuan jemaat mendapat hibah sebidang tanah dari keluarga Patinasarane yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman 308 Sungailiat. Di atas tanah inilah kemudian dibangun Gereja jemaat Ora Et Labora Sungailiat. Pembangunan gedung gereja dilaksanakan pada tanggal 7 Juli 1957 Masehi dan gedung gereja pernah dilakukan direnovasi pada tanggal 7 Juli 2007 oleh Majelis Sinode GPIB dan Bupati Bangka (Bersambung/***)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: