Karena Maysaroh dan Sambal Pete
Bujang Pede--
ENTAHLAH, Bujang PeDe merasa dirinya kini bagai tak putus dirundung malang. Mencari jodoh, jodoh tak sampai, mau merantau, juga tak bisa.
Wak Ijah dapat memahami kegalauan ada semata wayangnya itu. Emak sebenarnya dapat memahami keinginan Bujang merantau adalah untuk menambah pengalaman hidup. Namun, karena usia Emak yang sudah kepala 6 bahkan nyaris kepala tujuh, itu tampaknya jadi pemikiran Bujang.
''Bagaimana Bujang, apakah masih terpikir mau merantau?'' ujar Emak.
''Nggaklah Mak. Apa kata orang kampung kalau aku merantau, sementara Emak sendiri di sini. Kayak kurang makan saja Bujang sampai tega meninggalkan Emaknya sendirian,'' ujar Bujang.
Mendengar itu, satu sisi ada rasa bangga Emak, karena Bujang sayang padanya. Di sisi lain, kasihan juga Bujang tak bisa menambah pengalaman hidup.
''Soal jodohmu, Mak juga tidak bisa memaksa. Itu Tuhan punya Kuasa. Kalau sudah tiba waktunya, takkan bisa ditolak, kalau memang belum masanya, juga tak bisa didesak,'' ujar Emak bijak.
''Masalahnya Mak, Bujang juga paham kenapa Emak meminta Bujang segera menikah. Bujang mengerti itu. Kalau memang Emak merasa sudah ada yang pantas menjadi menantu Emak, Bujang ngikut aja Emak,'' ujar Bujang lagi.
Luar biasa rasa bangga Emak tehadap anak tunggalnya itu. Begitu patuh dan dapat memahami keinginannya.
Hanya saja yang menjadi masalah Emak sekarang ini adalah Bujang mendadak jadi pendiam. Sejak gagal jodoh dan gagal merantau, Bujang jadi pemurung.
Emak paham itu. Diam-diam Emak akan menghibur putra tunggal kesayangannya itu dengan masakan kesukaan si anak. Apalagi kalau bukan sambal pete dicamopur hati ayam.
Emak pun sengaja menyiapkan menu pagi itu lengkap dengan lalapan timun mudanya.
Tragisnya, belum lagi Emak selesai memasak, 2 sohibnya datang. Ipank dan Odoy yang baru datang langsung mengajak Bujang ke dapur.
''Wah, Emak menyiapkan makan besar buat kita Jang,'' ujar Ipank.
''Ayo Jang,'' ujar Odoy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: