Terbukanya Kran Ekspor Pasir Laut, Rawan, Apalagi Bagi Bangka Belitung
--
BABELPOS.ID.- Penolakan terhadap dibukanya kembali kran eksport pasir laut, datang dari berbagai pihak. Tak hanya dari pejabat Provinsi Kepulauan Riau, dari Provinsi Kepulauan Bangka Beitung (Babel), dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, tapi juga dari Wakil Ketua MPR Syarief Hasan.
Pemerintah Melalui Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut, mengizinkan dilakukannya ekspor pasir laut. Menurut Syarif Hasan, itu akan membuat kerugian besar bagi bangsa ini.
"Kami berharap, keputusan ini dapat ditinjau kembali karena berdampak besar terhadap kerusakan lingkungan. Akibatnya bisa berdampak lebih luas terhadap banyak sektor," ungkap Syarief Hasan.
Dikatakan, perubahan iklim akan diperparah dengan kebijakan tersebut. Penyedotan pasir laut dan mengekspor pasir laut bisa semakin memperparah climate change atau perubahan iklim yang sudah di depan mata.
"Ini sungguh sangat berbahaya," Tegas Syarief Hasan.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini mempertanyakan komitmen Presiden Jokowi. Selama ini di berbagai forum internasional, kata dia, Jokowi selalu menyuarakan soal perubahan iklim yang menjadi ancaman besar terhadap pembangunan global.
"Ini juga menurunkan kualitas lingkungan serta menyebabkan pencemaran laut yang masif," ungkap Syarief Hasan.
"Kebijakan ekspor pasir laut menunjukkan ketidakpedulian Pemerintah terhadap kondisi lingkungan," katanya.
Dia memaparkan bahaya penambangan pasir laut. Dia mengatakan penambangan pasir laut, termasuk untuk tujuan ekspor dapat menyebabkan peningkatan abrasi dan erosi pesisir pantai.
Rawan Bagi Babel
Hal serupa juga dikemukakan anggota DPRD Bangka Belitung (Babel) dari Fraksi Partai NasDem, Mansah. Ia meminta kebijakan Presiden RI Joko Widodo dapat ditinjau kembali. Bila perlu dibatalkan.
"Karena dipastikan akan berdampak buruk terhadap lingkungan, kondisi sekarang ini pun lingkungan kita sudah semangkin parah kerusakannya, jangan ditambah lagi dengan kebijakan baru yang justru akan lebih memperparah kondisi yang ada," kata Mansah.
Apa lagi di Babel sebagai provinsi kepulauan, timpal Mansah, jelas sangat berdampak luas.
"Otomatis dengan diberlakukannya kebijakan ini menyebabkan bentang alam kita akan berubah, potensi sumber daya pariwisata kita akan hancur, dan sulit untuk di tanggulangi," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: