Politik Ghibah

Politik Ghibah

Syahril Sahidir--

VIRAL di media sosial (Medsos) seorang pemuda yang ketua sebuah organisasi mengkritisi habis-habisan seorang Calon Presiden (Capres) dengan pernyataan tidak layak dan sebagainya?  

Oleh: Syahril Sahidir - CEO Babel Pos Grup

APAKAH yang melihat atau mendengarkan akan terpengaruh?  Yakinlah, tidak!  Yang ada justru kasihan --karena dapat ditebak rekam jejaknyalah yang pasti akan dibongkar-- habis-habisan.  Bukan hanya dari pihak yang menghujat, tapi dari orang yang tidak suka dengan politik pola-pola demikian.

Padahal tentu saja, dengan sikap itu ia berharap agar gerbong organisasi yang ia pimpin bisa bersuara atau bersikap sama.  Tapi yang muncul bisa malah perpecahan di dalamnya.  Bukankah organisasisi itu non partisan dan bukan pula underbow sebuah partai?

Karena satu hal yang perlu diingat, pola-pola politik demikian sangatlah tak elok bagi pembangunan sebuah demokrasi yang cinta damai dan cerdas. Sikap itu malah sebaliknya akan mendirikan sebuah bangunan demokrasi perpecahan dan pembodohan.  

Andaikan dia bisa menggunakan bahasa yang halus --meski tendensius-- mungkin tidak akan menjadi bumerang, bahkan orang tentu hanya akan tersenyum.

Vox populi, vox dei.  Suara rakyat adalah suara Tuhan.  Adagium ini pada akhirnya diakui tetap berlaku.  Suara rakyat itu tidak bisa digiring seperti menggiring kambing masuk kandang.  Apalagi kalau penggiringan suara itu adalah untuk pemilihan Calon Presiden yang notabene ketokohan para kandidatnya sudah tak diragukan lagi.  Rakyat yang cerdas tentu sudah punya pilihan, rakyat yang kurang cerdas akan mendengar suara orang-orang sekitarnya.  

Bagaimana dengan rakyat yang bodoh?  

Sesungguhnya rakyat yang bodoh sudah tak ada lagi di negeri ini, yang ada itu rakyat dibodoh-bodohi, dan usaha pembodohan rakyat dengan pola-pola yang tak laku lagi.

Rakyat sekarang ini jusru lebih banyak yang pura-pura bodoh mendengar celotehan orang yang tengah 'membodohi'nya, di belakangnya rakyat senyum dan menyatakan 'betapa bodohnya' orang yang membodohinya itu?

Di era digital dengan media sosial yang demikian luar biasa sekarang ini, adalah hal yang sia-sia ketika ada upaya menyatakan bahwa seseorang itu begini atau begitu, karena rekam jejak siapapun di negeri ini sekarang akan dengan mudah dicari dan ditelusuri.  Apalagi jika rekam jejak Capres/Cawapres.  

Akibatnya, ketika seseorang apalagi yang mengaku tokoh sebuah organisasi dengan kasar dan vulgar mencaci maki seorang kanididat Capres, itu sudah berarti membangun narasi untuk menjadi bumerang bagi diri sendiri.  

Jika rekam jejak negatif itu hanya soal politik, mungkin no problem.  Tapi ketika rekam jejak negatif itu menyangkut moral, akibatnya bisa menjadi beban orang-orang yang tak berdosa, yaitu kalangan kerabat dan keluarga.

Di sisi lain, penghujatan yang kasar dan luar biasa terkadang justru akan menguntungkan orang yang dihujat dan dicela.  Karena rakyat atau siapapun yang tadinya berada di posisi netral tak berpihak, akhirnya malah mendukung orang yang dihujat dan dicela karena faktor sikap manusiawi yang intinya tetap ada rasa iba dan kasihan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: