Demang di Pulau Bangka (Bagian Tiga)

Demang di Pulau Bangka (Bagian Tiga)

Akhmad Elvian - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan--

Oleh: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia

PADA masa kekuasaan Pemerintahan Hindia Belanda, sejak berdirinya keresidenan Bangka pada Tahun 1816, pulau Bangka dipimpin oleh seorang Residen. 

Keresidenan terbagi atas beberapa distrik  dan pada masing-masing distrik di pulau Bangka dikepalai oleh seorang bangsa Eropa yang berpangkat Administratur Distrik yang merangkap sebagai Administratur Pemerintahan dari administratur tambang timah (kecuali di distrik Lepar eilanden, dipimpin oleh Posthounder).

Masing masing Administratur distrik dalam mengatur administrasi pemerintahan dibantu oleh seorang demang dan di bawahnya terdapat beberapa orang kepala onderdistrik yang bergelar batin dan di bawah batin terdapat beberapa kepala-kepala kampung yang dalam sebutan orang Bangka disebut gegading dan Lengan.  Bangsa Belanda menyebutnya dengan sebutan kepala-kepala rakyat pribumi.

Jabatan-jabatan pribumi atau kepala rakyat pada masa pemerintahan Hindia Belanda, mulai dari jabatan Depati sampai ke jabatan Lengan, adalah pegawai yang digaji atau diupah oleh pemerintah. Dalam catatan sejarah, walaupun telah digaji oleh pemerintah Hindia Belanda, terdapat beberapa depati, beberapa demang dan batin yang berperang melawan pemerintah Hindia Belanda seperti yang dilakukan oleh Demang Suramenggala dan beberapa orang batin di pulau Bangka pada saat perlawanan rakyat Bangka dipimpin oleh Depati Amir tahun 1848-1851 Masehi.

Dalam beberapa laporan Belanda disebutkan bahwa: Pada bulan April atau Mei 1850, Amir berangkat ke batin Maras. Tidak lama kemudian, Demang Suramengala mengutus seseorang bernama Darim untuk memberitahukan kepada Amir, bahwa sang demang bersama kelompoknya telah bertindak, dan Ia memberi bantuan berupa mesiu dan makanan kepada Amir, dan bahwa demang tidak bisa memberi senjata, karena senjata yang ada pada demang telah didaftar. Amir lalu mengirim surat kepada demang memohon mendapatkan bukti dari maksud baik demang, kemudian demang melakukannya.

Dengan melalui batin dari Ketapi, dikirimlah kepada Amir, sebuah tombak dan sebuah keris. Selanjutnya, juga batin Ampang memberitahu kepada Amir sekaligus mengirim bantuan senjata kepadanya. Demang kemudian menulis surat kepada Amir untuk melakukan pembakaran Ampang dan Pangkalpinang. Lalu kemudian Trentang dan Ketapi (Trentang adalah tempat tinggal demang).

Karena demang sudah tua, dikatakan kepada Amir bahwa kepadanya akan dikirim senjata dan kedua putranya untuk membantu Amir. Selanjutnya kejadian serangan di pos militer di Ampang. Sebelumnya, para pemberontak menggunakan racun di Ampang. Kepala kampung Klekakbesar bersedia memberi racun pada air untuk membunuh para serdadu.

Dalam serangan di Ampang, Demang Suramengala memberi 12 pak mesiu kepada pemberontak. Pada serangan itu, hadir pula cucu Demang Suramengala yang bernama Mengkadi. Namun serangan itu gagal. Hanya penjaga malam mati dibunuh oleh Masirem. Setelah itu, pemberontak tidak berniat lagi bergabung, kemudian pergi ke Pangkalmancung, Ketapi dan Trentang, sekalipun Demang Suramengala melalui kakaknya Abdul Ganie meminta kepada Amir dan Oemar.

Kira-kira waktu itu, Amir sedang memohon kepada batin di Geroenggang untuk bergabung dengannya. Dikatakan, kerjasama ini adalah untuk membeli senapan pada Boedjang Singkep. Selongsong dan peluru yang akan diberikan kepada Tjing, semua itu sebagai bantuan untuk melakukan penyerangan di Sungailiat.

Segera administratur Melayu di Geroenggang memerintahkan menyiapkan bantuan. Batin juga menyiapkan gerakan patroli pergi ke Sungai Kotawaringin. Tetapi, ia tidak menjawab Amir.

Kemudian adalagi Demang tua dari Blinyu mempunyai seorang putra yang akan memisahkan diri dari barisan Blinyu. Ia akan bergabung dan menyemangati Amir berbekal 2 senapan milik barisan pemerintah. 

Pada bulan Juni 1850, Amir berada di Sekinir, memutuskan untuk membeli senjata dan mesiu ke Singapura. Ia ditemani oleh Awang, Aim, Bangkit dan Raman dengan menggunakan sampan bedang milik King tjoan. Persiapan dimulai dari Loemoet.

Untuk tujuan itu, Amir dibantu 100 uang Spanyol (Spanyol matten), batin dari Groegang memberikan 60 uang Spanyol, kurang lebih cukup untuk membeli 12 senapan. Yang lain batin dari Ampang memberikan pemberian serupa, juga batin dari Jeruk, batin dari Bakong, batin dari Djampoerah dan batin dari Maras, memberikal pemberian yang sama. Namun begitu, maksud hati mendapatkan barang tidak bisa tercapai, karena di teluk Klabat dan di muara sungai Mendu, perahu kesulitan mendapatkan tempat bertambat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: