Sekawayok Anda-lah

Sekawayok Anda-lah

Ahmadi Sofyan--

Oleh: Ahmadi Sofyan - Penulis Buku / Pemerhati Sosial

DI Negeri ini terlalu banyak orang yang berbuat sekenek perot demi urusan perot (perut). Apalagi menjelang masa jabatan berakhir, bertindak karena rasa khawatir. Padalah negeri ini milik Anda dan Sekawayok Anda-lah!! 

Sekenek Perot, tutur lisan masyarakat Bangka yang bermakna “berbuat semaunya” atau dalam bahasa Jawa “sak enak e udel e dewe” kerapkali kita dengar ditengah-tengah pergaulan masyarakat Melayu Bangka. Jika dilanjutkan dengan kalimat pasrah, kelanjutannya adalah “Sekawayok Anda-lah!”. Terus dilanjutkan dengan kalimat: “Ambik kek ikak lah dunio ne, kami cuma ngontrak” (Ambil untuk kalian aja dunia ini, kami  hanya ngontrak).

Mengupas soal perilaku “sekenek perot” yang berakibat “Sekawayok Anda”-lah ini, kita akui bahwa realitas kehidupan modern memang cenderung semakin individual sehingga terciptalah istilah perilaku “sekenek perot” alias cuek atau semau gue. Menurut para agamawan, perilaku seseorang ditentukan oleh kualitas iman dan ketaqwaannya. Karena perbuatan itu menunjukkan isi bathin dari diri seseorang. Walaupun seribu buah membangun Masjid dari Emas, Perunggu, Timah atau Perak, tapi kualitas iman dan taqwa bisa dilihat dari “keringol” dan perilaku dalam kehidupan, apalagi kepemimpinan. 

Dalam kehidupan sehari-hari, terlalu banyak kita menjumpai bahkan dalam diri kita sendiri memiliki perilaku ini. Sikap gotong royong dan saling peduli antar tetangga sudah kian menipis, bahkan luntur dan lentur. Apalagi yang tinggal di perumahan mewah atau rumah yang pagarnya semakin tinggi dengan menutup diri dari lingkungan di sekitarnya. Akhirnya muncullah istilah Betawi “Lu lu, gue gue”. Pokoknya “Sekawayok Anda”-lah!

Di jalanan, perilaku “sekenek perot” oleh pengendara kendaraan bermotor, terutama di wilayah Bangka Belitung ini nampaknya semakin menjadi-jadi. Kita kerapkali menyaksikan rambu-rambu lalu lintas di perempatan jalan di Kota Pangkalpinang ini seringkali tidak bermanfaat, apalagi kalau malam hari diatas jam 21.00 WIB. Karena terlalu banyak kita temui di sini istilah “Pintar menggunakan kendaraan tapi tidak paham peraturan berkendaraan di jalanan”, sehingga angka kecelakaan pun sangat tinggi dan kerapkali ajal menjemput pengendara di jalanan. Lagi-lagi, “Sekawayok Anda”-lah!

Aparat penegak hukum pun tak kalah serunya berperilaku “sekenek perot”. Tak dipungkiri, bahkan sudah menjadi rahasia umum bahwa hukum di negeri ini dapat diperjualbelikan sebagaimana pecel atau lempah kuning di warung pinggir jalan. Aparat hukum “sekenek perot”-nya mencari kesalahan-kesalahan orang-orang yang dianggap memiliki uang sehingga menjadikan mereka sebagai ATM berjalan. Ini bukan rahasia lagi lah, semua kita nampaknya sudah sama-sama tahu. Artinya apalagi kalau bukan “Sekawayok Anda”-lah.

Di pasar, perilaku “sekenek perot” tumbuh subur. Para pedagang menjajakan dagangannya dengan mengambil hak orang lain dengan menjadikan jalan umum sebagai lahan tempat berdagang. Ketika ditertibkan perilaku “sekenek perot” ini semakin menjadi dengan berkoar-koar protes dan menghujat para penegak peraturan. Pokoknya, semua “Sekawayok Anda”-lah!

Virus “sekenek perot” ini juga ternyata mewabahi para remaja putri kita. Perilaku dan busana yang mereka gunakan di tempat umum kerapkali membuat mata kaum laki-laki (termasuk saya) menelan “aek yok” (air liur) serta membelalakkan mata. Akibat perilaku “sekenek perot” ini, remaja putri kita pun cuek bahkan bangga menggunakan busana ketat, pendek dan sangat mini sehingga memamerkan lekuk tubuh serta menonjolkan sesuatu yang memang sudah menonjol, juga yang ada di bawah “perot”. Akibatnya, karena busana yang menantang, akhirnya perilaku mereka pun tak terkendali dengan tanpa ada rasa malu berpelukan, berrangkulan bahkan memamerkan kemesraan di depan umum. Ironisnya, para orangtua “sekenek perot”-nya memberikan kesempatan dan bahkan bangga ketika anak gadisnya dibilang seksi dan cantik dengan memberikan kesempatan kepada mereka sebagai bahan siulan oleh kaum pria di jalanan. Nah lho, pokoknya era semakin modern ini, “Sekawayok Anda”-lah!

Para remaja putra, generasi muda seperti anak-anak SMA/SMK di kota-kota besar tanpa rasa takut “berperang” (tawuran) sesamanya dengan menggunakan berbagai senjata. Ini bukti bahwa keramahtamahan serta sopan santun sebagai orang timur atau Melayu di negeri ini patut dipertanyakan. Hal ini tentunya akibat semakin individulisnya kehidupan sosial yang ditengah-tengah kita sehingga tatanan sosial pun menjadi semau gue alias “sekenek perot” alias “Sekawayok Anda”-lah! Mumpung “baden agik bujang”, begitu biasanya diungkapkan dikalangan remaja.

Tidak hanya remaja dan generasi muda kita, para aktivis organisasi dan LSM di negeri ini pun terkena wabah “sekenek perot”. Demi mencari popularitas bahkan demi urusan “perot”, kerapkali oknum-oknum aktivis menjadikan organisasi kemasyarakat sebagai ladang mencari kesalahan pejabat atau pengusaha. Sehingga fitnah serta cacian menjadi lalapan sehari-hari yang kadangkala tak seperti yang diungkapkan. Keadaan membuat semua ini berfalsafah “Sekawayok Anda”-lah. 

Di sisi lain, para pejabat pun kerapkali justru menulari penyakit perilaku “sekenek perot” ini dengan bertindak diluar peraturan yang ada melalui kekuasaannya. Berbagai kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat tinggi negara tak lepas dari perilaku “sekenek perot” mentang-mentang sedang berkuasa sehingga ingin memanfaatkan kekuasaan serta menguasai. Tindakan “Sekawayok Anda-lah ini yang menggerogoti uang negara. Wajar kalau negeri ini kaya, tapi rakyatnya masih saja menderita akibat salah kelola. Perilaku pejabat yang mencampuradukkan kepentingan pribadi dan rumah tangga misalnya, dengan mulai menggunakan fasilitas negara untuk mengkampanyekan isteri, anak, keluarga dan sebagainya. pemimpin yang anti kritik, ngireng, suka marah dan hanya mau menerima pujian, adalah jenis pemimpin selain bodoh, ia adalah pemimpin kategori “sekenek perot”. Yang kayak begini harusnya diangkat sekalian jadi pejabat seumur, biar kita bisa nonton sambil teriak: “Sekawayok Anda”-lah.

Para pelayan masyarakat, yakni ASN pun kerapkali bersikap “sekenek perot” terhadap rakyat yang seharusnya mereka layani. Betapa tidak, dan seringkali saya pribadi alami ketika masuk ke kantor-kantor dinas di negeri ini, sangat jarang sekali ketika menemukan para pegawai negeri yang tersenyum menyapa kehadiran kita seperti saat kita memasuki hotel atau bank. Justru yang kita temui adalah wajah masam dan pertanyaan sinis, padahal mereka digaji dari duit rakyat. Apalagi namanya kalau bukan perilaku “sekenek perot” terhadap orang yang menggaji mereka. Pokoknya, “Sekawayok Anda”-lah!

Nah, perilaku egois alias “sekenek perot” di jalanan, berbusana, penegakkan hukum, meraih jabatan dan saat duduk di jabatan membuat rusak tatanan kehidupan sosial. Walaupun adakalanya kita perlu juga bersikap egois atau cuek disaat-saat tertentu. Perilaku seperti ini sebenarnya tergantung pada kualitas disiplin dan keimanan seseorang dengan membungkus diri dari rasa malu melanggar aturan yang ada. Karena berpuluh-puluh abad silam, Nabi Muhammad SAW lah madah alias telah memberikan warning atau peringatan kepada umat manusia: “Fain lam tastahyi fa’mal maasyi’ta” (Kalau nggak punya malu, berbuatlah semaumu alias “sekawayok Anda”-lah!). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: