PH: KPA yang Memulai dan Mengajukan Anggaran Proyek, Ridwan Harus Tersangka!
--
Kasus Proyek 'Masjid Miring' Asrama Haji Babel
KESAKSIAN Mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Bangka Belitung (Babel) M Ridwan yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang seperti 'cuci tangan', membuat geram Penasihat Hukum (PH) salah satu --dari 3 terdakwa-- kasus dugaan Tipikor Proyek 'Masjid Miring' Asrama Haji Babel.
Mardi Gunawan, selaku PH Terdakwa Lasidi --Konsultan Perencana-- secara tegas menyatakan selaku KPA harus bertanggung jawab penuh atas proyek tersebut.
Semestinya sebagai KPA Ridwan tidak boleh 'cuci tangan' seperti itu.
''Dengan 'cuci tangan seperti itu malah menjadi senjata makan tuan baginya,'' ujar Mardi geram.
“Sudah jelas KPA dalam perkara ini adalah pihak yang memulai atas proyek. Mulai dari mengajukan anggaran kepada Gubernur, kemudian dia yang menunjuk bawahanya seperti PPK dan tim untuk melaksanakanya. Lebih dari itu peran dari Ridwan juga dalam hal pengajuan anggaran tambahan –setelah terjadi kemiringan- kepada Kementerian Agama senilai Rp 4 milyar yang kemudian disetujui Rp 1,5 milyar,” beber Mardi lagi.
Dalam pusaran perkara dikatakan Mardi, bahwa M Ridwan tidak melakukan fungsi pengawasan dengan baik selaku KPA. Sehingga kesalahan serta kemiringan dalam proyek masjid itu itu tidak bisa dieliminir.
“Penilaian itu bukan tanpa alasan, karena dalam sidang juga kesaksianya mengungkap dia tidak turut serta dalam rapat-rapat penting. Terutama dalam mencari solusi atas miringnya masjid. Dia menyerahkan sepenuhnya kepada PPK saja. Lebih dari itu dia hanya sekedar menerima laporan lisan saja,” ungkap salah satu tim PH dari Kantor Advokat Dr Adystia Sunggara dan associates itu.
Atas fakta seperti itu, pihaknya meminta agar jaksa penuntut menetapkan tersangka baru dalam pusaran perkara yang telah merugikan keuangan negara Rp5.247.908.560,50.
“Fakta telah jelas, M Ridwan juga sudah memberikan kesaksianya. Sehingga tidak perlu menunggu waktu lama harus ada penetapan tersangka baru atas KPA selaku atasan PPK. Apalagi pihak JPU sendiri –dalam dakwaan- telah menetapkan kalau kerugian negara adalah total lost. Sehingga tak ada alasan sampai terjadi tebang pilih untuk pertanggungjawaban hukum atas itu semua,” tegasnya.
Kegeraman para PH Konsultan ini, karena kesaksian Ridwan terkesan seolah dia baanyak leepas tangan.
“Setidaknya ini terlihat jelas dari kesaksian yang diberikan malah bersembunyi di balik narasi pendelegasian kepada PPK. Padahal faktanya dia juga menerima uang honor dalam setiap kegiatan yang Rp 1.500.000 itu,” ujar PH lainnya, Bahtiar dengan nada kesal.
Untuk diketahui KPA adalah orang yang menerima kuasa dari pejabat pengguna anggaran (PA). Berdasarkan undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, khusus di daerah yang bertindak selaku PA adalah gubernur, bupati, atau walikota.
Terungkap kalau pihak-pihak yang diduga telah diperkaya atas dugaan korupsi ini tidak saja dari pihak konsultan Lasidi Pribadi sebesar Rp.85.135.273 dan Nurrahmah Ahmad selaku pemborong Rp.3.752.592.220,52. Melainkan juga Direktur CV. Candra Pratama, Yudi Candra (konsultan pengawas) senilai Rp 87.759.000,00 dan penyedia jasa konstruksi Direktur PT Geotek Konstruksi Indonesia, Yofy Kurniawan senilai Rp.1.321.121.340,00. Adapun total kerugian negara adalah total lost sebesar Rp5.247.908.560,50.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: