Merawat Bahasa Ibu, Merayakan Kehidupan

Merawat Bahasa Ibu, Merayakan Kehidupan

--

    Pada 21 Februari 2023, Indonesia mendapat kesempatan menjadi tuan rumah peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional (International Mother Language Day). Dilansir dari laman Harian Kompas (Juli 2022), Indonesia akan menjadi tuan rumah bersama dengan pihak Sekretariat Kantor Pusat UNESCO di Paris.
    Alasan UNESCO menyetujui usulan Badan Bahasa sebagai pengusung kegiatan ini karena program revitalisasi bahasa daerah yang diusung Indonesia dianggap memiliki konsep berbeda dengan yang dilakukan oleh negara lain lewat program serupa.
    Pada peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional, program-program makin digencarkan, terutama berkaitan dengan promosi keragaman bahasa dan budaya. UNESCO juga mendorong masyarakat untuk mempertahankan pengetahuan terkait Bahasa Ibu demi menjaga identitas tradisi dari ancaman kepunahan.
    Sebelum berbicara terlalu jauh, beberapa definisi perlu disampaikan mengenai Bahasa Ibu. KBBI daring mencatat definisi ‘Bahasa Ibu’ sebagai bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak lahir melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungannya.  Definisi lain disampaikan oleh Herrlitz & van de Ven (2007) dalam artikelnya yang berjudul “Comparative Research on Mother Tongue Education”. Dalam tulisan tersebut, terdapat beberapa konsep terkait‘mother tongue’ atau Bahasa Ibu.
    Bahasa Ibu dapat dianggap sebagai kemampuan bahasa yang dikembangkan seorang anak sejak ia lahir. Hal ini akan berhubungan erat dengan identitas regional dan nasional seorang anak tersebut. Konsep lain yang ditawarkan yakni Bahasa Ibu dianggap sebagai representasi simbolik pengetahuan yang digunakan dalam konstruksi sosial kemasyarakatan.
    Jika melihat keragaman suku dan budaya di Indonesia, terbayang pula variasi Bahasa Ibu yang mungkin akan dimiliki oleh anak-anak Indonesia. Penguasaan atas Bahasa Ibu tersebut mampu menjadi representasi pengetahuan yang dimiliki pula. Akan tetapi, jumlah pengguna Bahasa Ibu dalam kehidupan sosial bermasyarakat saat ini makin terkikis. Oleh sebab itu, pemerintah mulai bergiat dalam upaya merevitalisasi bahasa yang terancam punah agar tetap terdokumentasi dan dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya.

Menanam Benih Bahasa Daerah
    Kita akan bersepakat bahwa proses revitalisasi bahasa merupakan hal penting untuk dilakukan dalam rangka mencegah ancaman kepunahan Bahasa Ibu. Meski demikian, satu hal yang mungkin dianggap remeh dan sering dilewatkan adalah proses pemerolehan bahasa seorang anak pertama kali sejak ia dilahirkan ke dunia. Bahasa yang pertama kali dikenal seorang anak—terutama lewat ibunya—itu disebut Bahasa Ibu.
    Proses pemerolehan bahasa pada anak dari usia 0 bulan hingga tahun-tahun pertama dalam proses tumbuh kembangnya adalah serangkaian proses menakjubkan yang harus dilewati sebelum anak tersebut dapat berkomunikasi secara aktif. Aktivitas pemerolehan bahasa adalah sebuah proses mental dan menunjukkan kemampuan seorang anak dalam menyintesis data yang akan membangun kemampuan verbal mereka.
    Salah satu cara terbaik mendukung pemerolehan bahasa anak adalah memperkenalkan bahasa daerah sebagai bahasa pertama yang diajarkan kepada mereka. Seperti yang diketahui, hubungan antara ibu dan bayi terjalin dalam komunikasi dua arah. Bayi tidak langsung mengerti bagaimana konteks bahasa.
    Hal pertama yang dipelajari bayi lewat ibunya yakni bahasa tubuh dan ekspresi wajah seperti menaikkan alis, mengangguk dan menggelengkan kepala, serta tersenyum. Hal lain yang dapat dilakukan ibu misalnya mengelus atau membelai bayi seraya menyenandungkan lagu pengantar tidur. Lagu pengantar tidur ini juga dapat dianggap sebagai sebuah media memperkenalkan Bahasa Ibu dalam bentuk paling sederhana.
    Lagu pengantar tidur atau senandung  untuk menidurkan anak (lullaby song) terdapat di hampir seluruh bagian wilayah Indonesia. Banyak penelitian telah membahas fungsi senandung menidurkan anak seperti yang ada di wilayah Siak, Minangkabau, Aceh, atau Jawa. Minangkabau mengenal proses humming (yang dilakukan ibu atau orang tua lain kepada anaknya) sebagai badendang atau berdendang. Di kalangan orang Melayu Kuantan Riau, dikenal nandong sebagai upaya bersenandung untuk menidurkan anak.
    Keragaman senandung tersebut menggunakan bahasa daerah dan mengandung nilai-nilai keluhuran yang sejak dini dapat diperkenalkan kepada generasi muda. Secara umum, senandung pengantar tidur memang digunakan di seluruh dunia untuk menenangkan bayi.
    Bayi memiliki kemampuan intuitif untuk memahami pesan yang disampaikan lewat ritme serta struktur nada dan irama yang sederhana. Meskipun belum mengenal kata-kata, bayi memiliki kemampuan memahami kadar emosi yang termanifestasi dalam senandung atau lagu yang didendangkan ibunya.
    Semakin meningkatnya usia bayi membuat kemampuan verbalnya juga makin bertambah. Meski demikian, seorang bayi juga tidak serta merta dapat memahami maksud dan tujuan saat ibunya berbicara. Hal berikutnya yang perlu diperhatikan adalah bagaimana seorang ibu berbicara kepada bayi mereka dalam bahasa dan nada istimewa yang sering disebut motherese atau baby talk. Proses ini juga membantu bayi agar dapat memahami suatu bahasa.
    Falk (2009) menyebut bahwa strategi motherese ini dapat digunakan para ibu untuk berkomunikasi kepada bayinya dengan cara  menekankan suku kata tertentu dalam kata atau menekankan kata-kata tertentu dalam satu kalimat. Ibu juga dapat menggunakan kosakata sederhana, mengulangnya, juga mengatur tempo lebih cepat atau lambat ketika berbicara.
    Selain itu, apa yang menjadi bahan kosakata merupakan hal yang menggambarkan lingkungan terdekat bayi tersebut. Menggunakan bahasa daerah saat berbicara kepada bayi lewat proses motherese  juga diyakini dapat membantu meningkatkan kompetensi verbal dan kemampuan mereka dalam mengenal dan memahami bahasa daerah sebagai bahasa pertama yang dikuasai.


Merancang Bahasa Ibu
    Riset pemetaan bahasa yang dilakukan Badan Bahasa (2018) menunjukkan jumlah bahasa daerah di Indonesia sebanyak 718 bahasa daerah. Per tahun 2019, ada 11 bahasa daerah yang dinyatakan punah dan tingkat vitalitas bahasa juga semakin menurun.
    Jika tidak dilakukan upaya serius, bukan tidak mungkin jumlah bahasa daerah di Indonesia akan semakin banyak yang rentan bahkan punah. Strategi sederhana untuk mencegah kepunahan tersebut dapat dimulai dari lingkup terdekat, yakni keluarga. Bahasa daerah harus diperkenalkan sedini mungkin kepada generasi muda lewat strategi pemerolehan bahasa.
    Setiap orang tua punya kesempatan memperkenalkan bahasa daerah sebagai bahasa ibu untuk kemudian dapat dikuasai dengan baik oleh sang bayi. Penguasaan bahasa daerah yang kuat sebagai bahasa ibu dapat memberi pondasi yang baik bagi proses pemerolehan bahasa seorang anak selanjutnya.
    Langkah pertama seorang bayi dalam mempelajari bahasa dimulai dari mengenali suara-suara, ritme, dan melodi yang ia dengar. Hal ini bahkan sudah dimulai sejak bayi masih berada dalam kandungan. Saat bayi dilahirkan ke dunia, mereka memiliki kemampuan luar biasa dan siap mempelajari bahasa pertama apapun yang akan diperkenalkan kepadanya. Kesempatan ini yang harusnya disadari dan dimanfaatkan oleh setiap orang tua.
    Sesuai dengan tema besar peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional tahun 2023 yakni “Multilingual education—a necessity to transform education”, UNESCO mendorong dan mempromosikan pendidikan multibahasa dengan tetap mengutamakan bahasa ibu sebagai bahasa utama yang harus dikuasai pertama kali sebelum kelak akan bersinggungan dengan bahasa-bahasa lainnya.
    Penguasaan bahasa daerah yang baik sebagai bahasa ibu berguna untuk menjembatani kesenjangan antara rumah, sekolah, dan lingkungan sekitar. Selain itu, dengan berfokus pada penguasaan bahasa daerah di lingkup keluarga, orang tua telah berkontribusi untuk mengembangkan pengetahuan dan tradisi lokal sehingga aspek bahasa dan kebudayaan yang dimiliki tidak mudah tergerus oleh pesatnya kemajuan zaman.(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: