Terbukti! Duit Pemda di Babel Numpuk di Bank Rp 2,07 T Jadi SILPA

Terbukti! Duit Pemda di Babel Numpuk di Bank Rp 2,07 T Jadi SILPA

Kepala Kantor Wilayah DJPb Bangka Belitung - Edih Mulyadi- FOTO: Ilust babelpos.id-

Edih: Ada Masalah di Eksekusi APBD

NAH, ternyata tidak kurang Rp 2,07 Triliun anggaran Pemerintah Daerah (Pemda) yang terdiri dari 7 kabupaten/kota dan satu Provinsi di Bangka Belitung (Babel) tahun 2022 menumpuk di perbankan.  Benarkah?

Terbukti, lewat data yang dibeberkan Kantor Wilayah (Kanwil) Dirjen Perbendaharaan (DJPb) Babel.

Dalam Media Breifing Data Fiskal/Ekonomi Regional Hasil Rapat ALCo regional yang diselenggarakan DJPb Babel, Jumat (27/1) kemarin, uang yang seharusnya diperuntukan pada program/kegiatan tersebut kini menjadi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun 2023.

"Realisasi APBD Pemda di Babel sampai dengan 31 Desember 2022 mencapai pendapatan Rp9,64 Triliun, belanja dan transfer Rp8,74 Triliun, pembiayaan daerah Rp1,17 Triliun dan SILPA Rp2,07 Triliun," papar Kepala Kanwil DJPb Babel, Edih Mulyadi, yang didampingi Kepala BPS Babel Toto dan Local Expert Dr Devi Valeriani.

Sayangnya, Edih belum bisa memberikan rincian SILPA per Pemkab/kota dan Provinsi. Edih sendiri menilai, bahwa SILPA ini tidak hanya terjadi di Pemda di Babel, melainkan di pemda lainnya di Indonesia dikarenakan pelaksanaan APBD di tahun berjalan sampai akhir tahun tidak terserap maksimal dari apa yang dianggarkan sejak awal.

"Jika SILPA nya cukup besar, berarti ada permasalahan dari sisi eksekusi APBD," tuturnya.

Kira-kira apa permasalahannya, kata Edih, yang dipelajari pihaknya. 

Misalnya di tahun 2022, APBD ini terdiri dari pendapat asli daerah (PAD) dan ada dari transfer dana pemerintah pusat. 

"Mungkin kendalanya disini, ada dana yang langsung masuk ke kas daerah, ada juga yang via KPPN seperti DAK fisik," jelasnya.

Kemudian penyebab lainnya menjadi SILPA, lanjut Edih, dana yang langsung dikelola Pemda namun terkendala oleh SDM nya, atau penjabat perbendaharaannya tidak serta merta di awal tahun ditetapkan.

"Bahkan saya perhatikan, penjabat perbendaharaan ini tidak ada tandemnya. Begitu terjad mutasi, yang bersangkutan tidak terjadi bendahara lagi harus mendidik orang baru dari proses awal," jelasnya.

Lalu hal lainnya, menurut Edih lagi, keseringan lambatnya melakukan proses pengadaan barang/jasa atau lelang. "Ini saya selalu ingatkan saat penyampaian DIPA, bapak/ibu boleh lakukan lelang bahkan sebelum diserahkan DIPA ditandatangani, lelangnya ya," jelasnya.

"Ini boleh, kenapa? Agar akselarasi pada saat DIPA sudah terbit, maka kegiatan langsung berjalan. Kelemahannya kayaknya disitu, terlambat proses pengadaan barang/jasa. Kemudian proses e-Catalog," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: