Urang Zaman Duluk

Urang Zaman Duluk

Ahmadi Sofyan--

Oleh: Ahmadi Sofyan - Penulis Buku/Pemerhati Sosial Budaya

KEHIDUPAN modern seringkali “membosankan”, sehingga banyak orang modern mengagumi dan merindukan suasana kehidupan sosial kemasyarakatan ala tempo doeloe. 

MINGGU lalu, saya diminta mempresentasikan makalah yang saya buat tentang sosial kemasyarakatan dalam kegiatan Seminar Sehari Pra Musywil Muhammadiyah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung di Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung. Makalah yang saya beri judul: “Latto-Latto” Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia (Peran Muhammadiyah dalam Pencerahan & Pencegahan “Kesialan” Sosial). Saya mempresentasikan tentang kehidupan sosial tempo doeloe dan kehidupan sosial hari ini yang kita sebut era modern serta menyampaikan ide-ide syiar Muhammadiyah dalam kehidupan sosial kemasyarakatan di Kepulauan Bangka Belitung. 

Tak jarang kita merasa kehidupan sosial di era modern seringkali “membosankan”, sehingga kala melihat fhoto dan video kenangan masa lalu, kita mengagumi dan merindukan suasana tersebut. Apalagi kehidupan yang tidak “banyak gaya” “dak banyak kenek (tidak banyak mau)” ala masyarakat tempo doeloe. Alam yang masih natural, sosial kemasyarakatan yang masih erat dan gotong royong, suasana rumah yang masih menyimpan benda-benda penuh kenangan, permainan tradisional, tradisi turun temurun dan sebagainya adalah hal yang kini menjadi perhatian. 

Namun apapun itu, modernisasi dan teknologi tak bisa dielak apalagi ditolak. Pembangunan yang kian cepat serta perilaku instan dalam semua lini kehidupan ditengah manusia-manusia modern yang super sibuk adalah sebuah keniscayaan. Oleh karenanya begitu banyak perilaku sosial kehidupan masyarakat Indonesia secara umum dan juga masyarakat Kepulauan Bangka Belitung secara khusus, yang semakin luntur. Beberapa perilaku sosial yang begitu indah di tengah masyarakat kita saat ini sudah mulai menjadi “dongeng” pengantar kenangan saat berkumpul di café-café dibawah gedung atau bahkan diatas gedung pencakar langit.

Dalam pandangan saya sebagai orang kampung yang menyukai dan mengagumi karakter kehidupan sosial masyarakat tempo doeloe, beberapa diantaranya: 

1. Ramah (Bertegur Sapa)/Santun Pada Semua Orang yang Belum Dikenal

Masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu kala dikenal seluruh dunia sebagai masyarakat yang memiliki keramahan tingkat tinggi. Kepada orang yang baru dikenal bahkan belum dikenal, keramahan dan perilaku santun ini menjadi budaya hampir di semua wilayah NKRI. Diawali senyum dengan anggukan kepala, menyapa, lalu bertanya dengan santun (badan merunduk), ngobrol sejenak dan diakhiri dengan ajakan mampir ke “gubuk” (rumah). 

Hal ini terjadi karena pola pemikiran masyarakat Tempo Doeloe selalu berpandangan positif kepada semua orang. Senyum, menyapa dan ngobrol adalah pola pikir menambah kenalan yang siapa tahu menjadi saudara (seperadik). Sedangkan ajakan mampir ke “gubuk” bukanlah basa-basi, namun ajakan yang tetap memiliki pengharapan, sebab keyakinan masyarakat tempo doeloe sangatlah kental bahwa kehadiran tamu adalah rezeki, menjamu tamu adalah kebaikan bernilai sedekah. 

2. Gotong Royong

Gotong royong adalah ruh kehidupan sosial masyarakat Indonesia tempo doeloe. Bagaimana tidak, arsitektur megah seperti Candi, rumah yang kokoh, Istana Kerajaan/Kesultanan, adalah peninggalan masa lalu sebagai salah satu bukti kekuatan gotong royong begitu nyata dari para leluhur kita. Pindah rumah, membabat lahan untuk perkebunan, membuat atau memperbaiki jalan, membersihkan sungai atau tempat pemandian, semuanya dilakukan secara gotong royong, bahu membahu, saling asah, saling asih dan saling asuh. Dari gotong royong inilah akhirnya tumbuh semangat keakraban, kebersamaan dan kian kokoh persaudaraan ditengah lingkungan sosial. Ada rasa sungkan, ada rasa malu berbuat yang tidak baik, berpikir positif, saling percaya dan tidak curiga sebab satu sama lain saling mengenal dan saling berbuat baik (satu sama lain memiliki jasa dan berhutang budi kebaikan). Perilaku sosial dari gotong royong inilah yang mengokohkan kebersamaan dan kepercayaan masyarakat tempo doeloe.

3. Mendahulukan Orang Lain

Salah satu perilaku sosial yang sangat santun dari kehidupan masyarakat kita tempo doeloe adalah kebiasaan mendahulukan orang lain, seperti yang dianggap lebih tua, lebih alim (berilmu), lebih terhormat dan sebagainya. Santunnya kehidupan masyarakat tempo doeloe adalah dengan tidak rebutan posisi, rebutan gengsi, rebutan popularitas, rebutan terdepan atau dalam istilah masyarakat Bangka Belitung adalah “berebut beng kadep”. 

Masyarakat alim, kaum cendikawan, dan orangtua tempo doeloe menganggap bahwa berada paling depan, posisi tinggi, penghormatan adalah hal yang “mengkhawatirkan diri” bahkan menjadi beban yang berat, sebab hal tersebut adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Karena sikap dan yang menjadi adat dan adab, dalam berorganisasi (berserikat), orangtua kita tempo doeloe tidaklah mudah di-“Latto-Latto”-kan alias dibentur-benturkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: