Bujang Pede: Strategi Nemu Dompet
--
BUJANG kontan gemetaran. Ia dengan hati-hati membuka dompet yang baru saja ia temukan. Dompet warna hitam yang tergeletak di pinggar jalan.
Dilihatnya ada satu lembar uang seratus ribu. Bujang lirik kiri dan kanan. Tak ada orang. Jalanan sepi.
Bujang mulai tergoda. Ah, uang di dompet ini cukup untuk ia membeli selembar jersey AS Roma, klub sepak bola yang ia idolakan.
"Rezeki tak kan ke mana," kata Bujang dalam hati.
Namun di sisi lain, hatinya juga berbisik. Meminta Bujang untuk mengembalikan dompet itu pada pemiliknya. Mulai alasan kasihan sama yang punya, dosa, haram makan uang orang lain, dan masuk neraka.
Lebih sadis lagi kalau Emak tahu, bisa-bisa migrain emak yang kambuh kalau tak dikembalikan.
Bujang bimbang. Dibukanya kembali dompet itu. Dilihatnya ada KTP, kartu BPJS, ATM sebuah bank BUMN, SIM C, dan kartu lainnya. Semua kartu itu bernamakan H. Dulah. Nama yang tak asing bagi Bujang.
Kalau ingat H. Dulah saat marah, Bujang tak mau mengembalikan dompet itu. Bisa-bisa ia dituduh sebagai maling.
Tapi jika mengingat H. Dulah sebagai imam, guru ngaji, dan punya anak gadis Aisyah yang cantik, Bujang semangat ingin segera mengembalikannya. Siapa tahu sebagai balas jasa dan budi bakal dijodohkan nantinya.
Setelah pertimbangan manfaat dan mudaratnya, akhirnya sisi hati yang baik yang menang. Bujang pun punya keputusan untuk ke masjid, menemui H. Dulah.
"Insyaf juga kau Bujang. Tapi Asar masih lama, tumben kau ke masjid secepat ini," kata Haji Dulah menyambut Bujang di gerbang masjid. Bujang hanya cengengesan.
"Alhamdulillah..., Bujang, akhirnya dompetku kembali. Bukan perkara uangnya, tapi semua kartu di sini," kata H. Dulah dengan gembira.
"Terima kasih, terima kasih Bujang," lanjut Pak Haji.
Hampir saja Pak Haji memeluk Bujang. Namun ia urungkan mengingat Bujang belum hafal surat Al Lahab.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: