Mimpiku itu...

Mimpiku itu...

KALAULAH bisa menolak topik mimpi, pasti mimpi yang ini aku tolak.  Setiap orang tentu ingin mimpi yang indah-indah, kalau bisa, yah mimpi yang bisa diatur dan bagus lalu jadi kenyataan.

Oleh: Syahril Sahidir - CEO Babel Pos Grup --

BAGAIMANA tidak kecewa, mimpi-ku kali ini sangat tidak logis, absurd, bahkan nyeleneh.  

Bagaikan membaca novel-novel absurd seperti karya-karya Iwan Simatupang atau Putu Wijaya.  

Aku tiba-tiba berada di tempat yang tanpa ruang dan waktu.  

Apakah ini pertanda karena usia yang tidak muda lagi --bukan berarti sudah tua--, atau karena lelah memikirkan keadaanku, yang sama saja dengan rakyat kebanyakan tengah bingung dengan berbagai aturan tepatnya aplikasi hidup yang harus aku kuasai.  

Tiba-tiba saja aku mendapati diriku berada dalam diriku sendiri.  Saat itu, aku tengah berada di telapak kakiku yang kuperhatikan sudah demikian menebal, bahkan tumitku sudah sejak lama pecah-pecah.  

''Kenapa seperti ini,'' tanyaku pada mata kakiku.  ''Jangan-jangan kamu yang tak mengatur apa yang meski aku injak,'' protesku.

''Aku sih cuma melihat, yang mengatur pijakan adalah tungkai, itu lutut.  Bukan aku...'' ujarnya membela diri.

''Wahai lutut, benarkah yang dikatakan mata kaki itu?'' 

''Aku cuma melangkah. Semua langkah itu diatur oleh hati dan perasaan. Aku cuma tinggal mengayun saja,'' ujar lutut membela diri.

''Wahai hati dan perasaan, tolong jangan semaumu.  Langkahku sangat menentukan kesehatanku.  Langkahku menentukan apa yang mesti aku lihat dan apa yang mesti aku hindari, langkahku juga yang menentukan apa yang meski aku lakukan atau tidak aku lakukan terhadap sesuatu. Intinya, semua hidupku ditentukan oleh langhkahku itu,'' ujarku panjang lebar memberi pandangan.

''Bukankah setiap langkah ada lipatan?  Nah, lipatan itulah yang menentukan?''

''Maksudmu?''

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: