Konservasi Sungai Upang Tetap Eksis meski Pandemi Covid-19

Konservasi Sungai Upang Tetap Eksis meski Pandemi Covid-19

*Pak Tulis: Harus Berkelanjutan -- *Hormen: Supaya Desa Tanahbawah Punya Sesuatu -- PUDINGBESAR - Pelestarian lingkungan tetap dilakukan sejumlah penggiat lingkungan terhadap ekosistem di Sungai Upang Tanah Bawah meski pandemi Covid-19. Upaya konsisten ini mengingat lingkungan yang lestari harus dirawat secara berkelanjutan dengan metode tersendiri baik sebelum pandemi maupun saat masa pandemi Covid-19. ------------------------ BABEL POS berkesempatan datang langsung ke wilayah konservasi Sungai Upang, Sabtu kemarin (27/3). Dipandu wartawan Babel Pos, Tri Harmoko dalam program Bingkai Graha Pena, FGD dengan menghadirkan dua narasumber, yaitu penggiat konservasi di Pulau Bangka, Yuli Tulistianto dan warga Desa Tanahbawah Kecamatan Pudingbesar, Hormen, mengulas eksistensi konservasi Sungai Upang di tengah pandemi. Yuli Tulistianto biasa disapa Pak Tulis, melakukan konservasi bersama warga. Termasuk di dalamnya Hormen, ikut melakukan konservasi bersama warga setempat tergabung dalam komunitas setempat Salam (Sahabat Alam) Upang. Pak Tulis menuturkan, ia sudah bergelut sejak 15 tahun silam melakukan konservasi lingkungan sebagai sebuah niat dalam diri yang harus dilakukan. Hal ini menyikapi terjadinya pertambahan penduduk maupun tingginya aktivitas manusia akan berefek meningkatnya kebutuhan. \"Bertambahnya kebutuhan ini berdampak pada kerusakan ekosistem, masalahnya ada orang yang bijak, ada yang tidak terhadap lingkungan,\" ungkap Pak Tulis mengawali cerita di pinggiran Sungai Upang. Oleh sebab itu, atas adanya oknum masyarakat yang tidak bijak dalam pengelolaan lingkungan hidup, bisa berpotensi menjadikan ekosistem rusak, termasuk di Sungai Upang. Padahal, di Sungai Upang terdapat ekosistem yang luar biasa baik di wilayah daratan maupun sungai. \"Sungai Upang memiliki keragaman hayati luar biasa. Spesies ikan ragamnya cukup tinggi. Namun lambat laun akan punah sehingga harus dilestarikan,\" ujarnya. Pak Tulis mengakui bahwa tak banyak menemukan kendala dan hambatan ketika awal merintis konservasi di Sungai Upang. Sebab, sebelum pencanangan konservasi Sungai Upang, Pak Tulis lebih dulu melakukan riset sejak tahun 2002 lalu intens di tahun 2008 hingga saat ini. \"Setelah saya ajak mereka (warga) ternyata mereka welcome. Saya \\\'jualan\\\' bahwa ini ada keragaman hayati, kita jaga sama-sama. Kita jaga dengan baik buat masyarakat desa, karena ini lah sumber kehidupan, penyangga kehidupan di sini. Jadi kalau ditanya kendalanya malah 90 persen warga mendukung, yang 10 persen adalah yang kurang bijak dalam hal melakukan pembukaan lahan yang dibakar, ditinggal dan lupa hingga membakar kawasan ini,\" tuturnya. Lalu, penguatan upaya konservasi dilakukan lewat pendekatan ke tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh pemuda setempat. Termasuk elemen masyarakat sekitar Sungai Upang seperti petani dan nelayan hingga pendekatan sosial dan budaya. Konservasi tetap harus berlanjut di masa pandemi Covid-19. Pak Tulis mengungkapkan bahwa pihaknya memiliki sejumlah penyesuaian terhadap regulasi terkini. Ia pun tak menampik, meski pandemi Covid-19 secara prinsip pelestarian lingkungan harus tetap dilakukan. \"Saya sepakat pelestarian lingkungan harus sustainable, pelestarian lingkungan berkelanjutan, tidak berhenti. Pandemi berjalan, kegiatan konservasi saya kira mau pandemi, mau hujan, mau panas tetap dilakukan,\" sebut pria yang juga pembina di Bangka Flora Society ini. Ia menegaskan, prinsip dasar konservasi adalah penyelamatan dan melakukan. Di masa pandemi boleh saja intensitas dikurangi tetapi kegiatan konservasi harus tetap berjalan. \"Contoh kecil, kami di masa pandemi tetap melakukan pemantauan kawasan. Protkes tetap berjalan di sini. Pemantauan kawasan kami lakukan saat ramai-ramai terjadi ilegal loging,\" kisahnya. Ketika Sungai Upang telah menjadi lokasi wisata, maka ketika pandemi diberlakukan, pihaknya memfokuskan membenahi ikon wisata di Sungai Upang, yakni Pulau Anggrek. Mengingat, Pulau Anggrek juga dalam upaya pemulihan ekosistem sejak terbakar parah pada musim kemarau 2018 lalu. \"Jadi kegiatan konservasi jalan yang harus ada magnetnya. Bicara Sungai Upang, ada Pulau Anggrek dan itu ada history panjang. Ini menarik dan ini (Pulau Anggrek) jadi \\\'jualan\\\' temen-temen saat ini. Di masa pandemi konservasi berjalan, seperti kawan-kawan dapat Anggrek di Bangka Selatan atau dimana kemudian tanam di sana (Pulau Anggrek) sebagai pengkayaan Pulau Anggrek,\" ceritanya. \"Di masa pandemi, kami, Salam Upang dan Bangka Flora Society tetap eksis konservasi. Perlu kami garis bawahi ada imbauan kepada pengunjung di masa pandemi agar mengeliminir penggunaan sampah plastik. Jangan sampai pengunjung lengah dan leluasa di masa pandemi ini. Perilaku hidup ini harus kita tekan dan kembangkan agar mereka peduli,\" lanjutnya. Sementara itu, Hormen menambahkan, di awal rintisan konservasi Sungai Upang berangkat dari memori masa kecil yang merasakan indahnya beragam flora dan fauna di Sungai Upang. Lalu, kondisi ini menjadi terganggu dari dampak limbah sebuah koorporate hingga kejadian kebakaran luas yang menghancurkan kawasan Sungai Upang. Setelah bertemu dengan Pak Tulis, ia bersama nelayan dan petani yang memiliki kesamaan cita-cita memulai konservasi Sungai Upang. Melalui Salam Upang, Hormen berhasil merangkul anak muda di Desa Tanahbawah baik yang masih pelajar maupun mahasiswa serta sejumlah pemuda. \"Tujuannya supaya desa punya sesuatu yang kita mulai dari Sungai Upang sebagai startnya. Alhamdulillah sampai hari ini sudah lima tahun yang diawal dulu mungkin ada \"riak-riak\" sekarang mungkin 100 persen mendukung,\" ungkap Hormen. Ia mengatakan, keadaan Sungai Upang membuat Desa Tanahbawah yang tak dikenal jadi diketahui orang luar dan didatangi. Kolaborasi pun diluaskan dengan pelibatan kerja sama ke komunitas lingkungan lainnya. Hingga efeknya telah berdampak baik secara sosial maupun pandemi. Secara ekonomi mulai memberi dampak bagi warga sekitar dari penjualan hasil bumi, tangkapan nelayan hingga olahan pangan ke pengunjung. Termasuk pendapatan dari jasa sewa perahu untuk susur sungai dan memancing ikan. Mengenai penyesuaian di masa pandemi Covid-19, komunitas Salam Upang terhadap pengunjung melakukan langkah cepat. Penyediaan alat pencuci tangan, imbauan tertulis mengenakan masker dan menjaga jarak pun dipasang di area strategis kawasan Sungai Upang. Walau sebenarnya pengunjung telah mengerti tetapi tetap dilakukan imbauan lewat media sosial maupun secara lisan di lokasi saat pengunjung datang. \"Jadi kita terus berupaya melakukan imbauan soal Covid-19. Dilain hal kami juga percaya selagi alam itu bagus, oksigen cukup, lingkungan bersih akan menjadi tempat sehat, semacam untuk terapi alam,\" ujarnya. Ia melanjutkan, pengunjung masih bisa menikmati hasil konservasi Sungai Upang yang telah menjadi kawasan wisata dan edukasi lingkungan di masa pandemi Covid-19 dengan sama-sama menjalani protokol kesehatan Covid-19. Secara berkelanjutan juga terus dilakukan penggalangan dukungan ke warga dalam konservasi Sungai Upang untuk warisan generasi mendatang. Untuk diketahui, pemerintah juga tak pernah bosan mengingatkan masyarakat agar selalu \"ingat pesan ibu\" untuk menerapkan 3M (Memakai Masker, Mencuci Tangan, Menjaga Jarak). Hal ini dinilai sangat penting untuk mencegah terjadinya penularan COVID-19. (trh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: