Mahasiswa & Walhi Babel Desak Pemerintah Tertibkan TI di Teluk Kelabat Dalam

Mahasiswa & Walhi Babel Desak Pemerintah Tertibkan TI di Teluk Kelabat Dalam

PANGKALPINANG - Kisruh antara nelayan dan penambang di Teluk Kelabat Dalam Kabupaten Bangka mendapatkan sorotan dari berbagai pihak. Bahkan sejumlah mahasiswa, Walhi Bangka Belitung dan Forum Nelayan Teluk Kelabat yang tergabung dalam Solidaritas Selamatkan Teluk Kelabat Dalam turut merasa prihatin terhadap polemik yang terjadi antara nelayan dan tambang di Teluk Kelabat Dalam akhir-akhir ini, terlebih beberapa nelayan yang sudah menjadi korban akibat dampak kisruh tersebut yang sampai saat ini belum saja terselesaikan. Guna meminimalisir dan mencegah konflik di Teluk Kelabat Dalam agar tidak semakin meluas, gabungan mahasiswa dan Walhi Babel ini pun mengeluarkan pernyataan sikap. Dalam konferensi pers yang digelar di Sekretariat Walhi Babel di Jalan Air Salemba Kecamatan Gabek Pangkalpinang, Rabu (5/5), sedikitnya ada tiga pernyataan sikap yang disampaikan. BEM KM Universitas Bangka Belitung, Rio Saputra menyebut, tiga pernyataan sikap tersebut yakni: Pertama, mendesak pemerintah membuka ruang dialog dengan memberikan kedaulatan nelayan untuk melestarikan pesisir dan perairan Teluk Kelabat Dalam; Kedua, mendesak pemerintah melakukan pencegahan terhadap potensi konflik yang meluas; Ketiga, pihaknya mendesak pemerintah melakukan penertiban dan atau penegakan hukum terhadap potensi ancaman dari aktivitas tambang tidak berizin diperairan Teluk Kelabat Dalam tersebut. \"Kami harap pernyatan sikap kami dari Solidaritas Selamatkan Teluk Kelabat Dalam ini didengar oleh pemerintah dan aparat penegak hukum, sehingga permasalahan ini dalam waktu dekat bisa segera diselesaikan,\" ujar Rio. Selain mendesak pemerintah, dikatakan Rio, pihaknya juga akan melaporkan persoalan ini ke Ditjen Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Mabes Polri mengingat Teluk Kelabat dalam Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga merupakan penyangga Taman Nasional Gunung Maras yang memiliki luas 16,3 ribu hektar. \"Akan kita kawal konflik ini hingga tuntas, karena kami merasa prihatin terhadap nasib para nelayan Teluk Kelabat Dalam yang menggantungkan hidupnya di laut, sementara aktivitas tambang yang ada perairan itu, jelas ilegal,\" tegas Rio. Senada dengan Rio, Perwakilan Bara Institut, Mardiansyah Putra menambahkan bahwa tidak ada alasan aparat penegak hukum untuk tidak menertibkan tambang di kawasan Teluk Kelabat Dalam. Karena berdasarkan aturan yang ada dalam Perda Nomor 3 tahun 2020, katanya, sudah dijelaskan bahwa Teluk Kelabat Dalam masuk dalam wilayah konservasi tangkap nelayan. Sementara meski sudah berkali-kali ditertibkan oleh aparat penegak hukum, nyatanya masih saja tambang di Teluk Kelabat Dalam beroperasi. \"Jadi kita selaku mahasiswa tentu sebagai mitra kritis, strategis dan solutif akan mengambil langkah taktis dengan mendorong pemerintah dan pihak legislatif serta aparat penegak hukum untuk menyiapkan agar dibentuk panitia khusus secara independen, karena jangan sampai alibi yang terjadi selama ini, yang katanya penegakan hukum sudah dilakukan, namun realiasi nyata dalam proses penertibannya tidak terjadi sampai hari ini,\" ungkap Mardiansyah. Karena itu, Mardiansyah meminta pemda untuk secepatnya melakukan penertiban, karena jelas penambangan yang dilakukan para penambang tidak ada izin alias ilegal. \"Kalau memang ada IUP (Izin Usaha Penambangan), ya yang memiliki IUP siapa. Artinya, ketika dalam proses penambangan, harus ada SPK (Surat Perintah Kerja). Namun yang dilakukan penambang saat ini, tidak memiliki IUP dan tidak memiliki SPK,\" beber Mardiansyah. Sama halnya dengan Perwakilan GMNI Bangka Belitung, Hafiz menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan pendampingan hukum terhadap nelayan yang sudah menjadi korban kekerasan oleh para penambang. Pihaknya pun berharap aparat penegak hukum tidak tutup mata terhadap persoalan ini. \"Nanti kita akan bentuk tim. Ini kita lakukan supaya tidak ada lagi krimininalisasi terhadap nelayanan, karena di sini nelayan melindungi laut yang sekaligus melindungi penghidupannya,\" tutur Hafiz. Sementara Perwakilan Forum Nelayan Teluk Kelabat Dalam, Nasrullah mengucapkan terima kasih kepada mahasiswa dan Walhi Babel yang ingin menyelesaikan permasalahan Teluk Kelabat Dalam. Pihaknya pun berharap agar persoalan ini bisa terselesaikan. \"Sebelumnya kami sudah berusaha menyelesaikan persoalan ini, bahkan sudah beberapa kali audiensi dengan DPRD provinsi, gubernur dan Kapolda, tapi nyatanya permasalahan ini tidak pernah selesai,\" kata Nasrullah. Terkait peristiwa aksi damai yang mengakibatkan beberapa nelayan menjadi korban kekerasan oleh penambang yang terjadi pada Sabtu (1/5) lalu, Nasrullah menerangkan, hal itu dampak kekesalan dari para nelayan. Hal itu diawali nelayan tradisional Teluk Kelabat Dalam tengah menggelar aksi unjuk rasa damai di Perairan Beting Sunur, karena para nelayan merasa penambang amat nyaman beraktivitas di wilayah zero tambang yang ditetapkan oleh negara, dan mencoba mengusir para penambang. Namun, aksi unjuk rasa damai tersebut mendapat respon negatif dari penambang melalui simbol-simbol provokatif dengan mengacungkan senjata tidak tajam dan melajukan perahu dengan kecepatan tinggi di antara perahu-perahu kecil nelayan. Tidak hanya itu, penambang juga melancarkan serangan kepada para nelayan hingga menimbulkan luka-luka serius pada dua nelayan yang berada di titik aksi. Oleh karena penyebab itulah, aksi unjuk rasa menjadi pengejewantahan dari sikap nelayan Teluk Kelabat Dalam demi mempertahankan kekayaan alam dan budaya di wilayahnya. Aksi unjuk rasa damai ini pun dilakukan untuk menghargai peraturan yang telah diundangkan oleh negara. \"Jadi karena tidak ada respon dari aparat penegak hukum, jadi nelayan marah, emosi dan tidak percaya lagi dengan aparat penegak hukum. Kita dari forum nelayan, sangat menyayangkan kejadian ini, kami harap pemerintah dan aparat penegak hukum bisa menyelesaikan kisruh ini,\" pinta Nasrullah. (pas)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: