Hati Nurani, Dimana Kini?

NEGERI ini tengah bertarung. Bukan untuk menjadi lebih baik, tapi bertarung untuk tidak tambah terpuruk akibat pandemi covid-19 yang kian menjadi. Sementara ekonomi rakyat makin memprihatinkan. Dunia usaha juga makin sulit. Oleh: Syahril Sahidir - CEO Babel Pos Grup -- SAAT awal-awal corona ketika rakyat diminta untuk tidak beraktifitas, semua masih bisa berjalan. Dunia usaha, pemerintah, yayasan, bahkan pribadi, saat itu banyak yang turun tangan membantu rakyat dengan memberikan paket-paket sembako sebagai salah satu upaya mendukung agar rakyat bisa bertahan ketika diminta pemerintah untuk lockdown. Saat ini, ketika corona kembali mengganas bahkan lebih ganas dari awal-awal virus ini merebak, masihkah terdengar adanya paket-paket sembako itu? Jawabnya masih ada? Tapi, masihkan seheboh dan serame seperti di awal-awal dulu? Mengapa tidak seheboh dan serame dulu? Tentu jawabnya banyak kemungkinan, dan salah satunya mereka yang biasanya dulu memberikan paket sembako itu juga akhirnya ikut terpuruk karena pandemi ternyata masih betah di negeri ini hingga sudah menginjak tahun kedua? *** FAKTA lain sebagai bukti makin beratnya negeri ini adalah, utang Indonesia yang kian menggunung. Penambahan utang bahkan bunganya telah melampaui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penerimaan negara. Atau Bahasa kampungnya, besar pasak daripada tiang. Anehnya, sikap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam hal ini bermuka dua? BPK mengkritisi utang yang menggunung, tapi penilaian untuk keuangan pemerintahan Jokowi tetap WTP (Wajar Tanpa Pengecualian)? Padahal, hutang yang menggunung itu adalah kecualinya? Di sisi lain, BPK sendiri mengaku khawatir pemerintah berat membayar utang itu. Dengan kondisi ini berarti semua penyelenggara negeri ini sepakat, perekonomian dalam negeri masih menghadapi pukulan yang cukup keras akibat pandemi Covid-19. *** MENGHADAPI situasi ini, jika kita pakai konsep perhitungan untuk bertahan hidup yang sederhana saja, ibarat kebijakan dalam rumah tangga, maka seisi rumah sepakat untuk tidak meminjam atau berhutang dulu di warung tetangga, biaya hidup harian ditekan, biaya makan bila perlu ditekan, semua ditekan. Semua rencana ditunda dulu. Bikin rumah baru di tempat yang baru, tunda. Acara makan-makan atau rapat-rapat arisan keluarga termasuk kunjungan-kunjungan keluarga yang memakan biaya, tunda. Semua rencana dan kelanjutan pembangunan infsratruktur sekitar rumah, tunda. Anggaran rumah tangga yang ada hanya difokuskan untuk menghadapi pandemi. Titik! Dan hal yang pasti, semua --atau sederhananya-- seisi rumah harus berjuang bersama-sama, berhemat bersama-sama, berpikir bersama-sama. Dan hal yang lebih harus lagi, semua fokus pada masalah yang sama, yaitu bagaimana menghadapi pandemi ini agar cepat selesai dan tidak berpikir dulu ke hal yang lain. *** TAPI, apakah begitu fakta di negeri ini? Ternyata tidak. Di tengah pemerintahan yang baru berjalan ini, sudah muncul wacana baru soal Presiden 3 Periode? Wacana ini bukan sekali dua kali muncul, tapi nyaris setiap hari. Bahkan di tingkat elite pun dibahas. Padahal isu ini sudah mentah dan dimentahkan oleh Presiden Jokowi dari awal isu itu berkembang. Dan itu berarti tak perlu dikembangkan, karena akan melelahkan saja. Bahkan Jokowi secara tegas menyatakan, isu itu dikembangkan, \\\'\\\'...karena ingin menampar muka saya,\\\'\\\'... Kedua ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka, ... Ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja....\\\'\\\' Tapi isu tetap bergulir? Ada apa? Padahal isu yang sama juga pernah muncul di era Presiden Soesilo Bambang Yoedoyono (SBY), namun saat itu meredup dan hilang ketika SBY menyatakan tidak mendukung dan tidak setuju wacana itu... Belum lagi sirna soal isu 3 periode ini, muncul pula wacana dan isu baru untuk amandemen UU 1945. Salah satunya, presiden akan dipilih oleh MPR. Bukan pemilihan yang langsung dipilih oleh rakyat. Alasannya, biaya? Nah, terlepas ada apa dan ada siapa di balik semua ini, namun yang jelas jika wacana Presiden 3 Periode itu berjalan, maka berarti SBY pun bisa turun lagi untuk bertarung. Bukankah SBY juga baru 2 Periode? Tapi, jika 3 Periode, lalu yang memilih MPR? Ah... sudahlah... Haruskah kita hanya sibuk memikirkan urusan kekuasaan, sementara utang negara dan pandemi masih dan terus mengancam negeri ini? Astagfirullah... Hati nurani dimana kau kini? ***
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: