PPKM Level IV, Apa Pula itu?
PEMBERLAKUAN Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level IV terhadap suatu wilayah, menjadi seperti sosok yang menakutkan. Padahal sebenarnya, tak semengerikan seperti yang dibayangkan. Oleh: Syahril Sahidir - CEO Babel Pos Grup -- PPKM Level IV yang ditetapkan pemerintah pusat itu berlaku bari daerah yang penyebaran virus corona atau covid-19-nya sudah berada di Level 3 dan 4. Diberlakukannya PPKM Level IV inilah yang paling dikhawatirkan oleh setiap Kepala Daerah. Karena dengan kebijakan ini otomatis akan banyak pembatasan-pembatasan yang diberlakukan bagi masyarakat. Hal yang paling berat adalah kegiatan yang berhubungan dengan mata pencaharian rakyat. Dari sini pula akibat pastinya adalah menurunnya kehidupan perekonomian masyarakat. Tak hanya itu. Kepala Daerah dengan segenap pimpinan di daerah seperti Kapolda harus berhadapan pula dengan gelombang protes, hujatan, provokasi dari pihak-pihak yang keberatan dengan kebijakan tersebut. Dalam hal ini, Kepala Daerah memang bak buah simalakama. Tanpa melakukan kebijakan itu, ancaman pandemi kian menjadi, bahkan bisa-bisa tak terkendali. Dilakukan, ekonomi rakyat menjadi taruhan, secara politis juga tentu sang kepala daerah dirugikan. Di sini hanya ada satu alasan, bahwa kesehatan masyarakat di atas segala-galanya. Pertanyaannya memang, apakah dengan PPKM Level IV itu pandemi berhenti? Bukankah kebijakan yang sama dengan nama berbeda sudah pernah dilakukan di tahun sebelumnya? Dari sini agaknya, PPKM Level IV memang bukan solusi penyelesaian masalah. Namun dengan kebijakan itu setidaknya dapat mengurangi atau meenekan masalah. Itulah harapan. Ditambah dengan program vaksinasi dengan target herd immunity, sehingga ada kekebalan kelompok terhadap virus yang mengerikan itu? *** BESARKAH kemungkinan berhasil kebijakan PPKM Level IV ini dalam rangka menekan penyebaran virus? Di sini pemerintah dan para pemimpin hanyalah pengambil kebijakan. Hasil akhirnya kembali ke rakyat juga. Kepatuhan dan ketaatan warga terhadap kebijakan tanpa kecuali adalah menjadi kunci. Karena adalah hal yang sia-sia jika sebagian warga patuh, lalu sebagian lagi bandel. Bisa-bisa yang bandel menulari yang patuh. Lagi-lagi buah simalakama. Karena kadang yang bandel bukan karena memang bandel. Tapi tidak lain karena tekanan dan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi juga berjubel. Diakui memang, kebijakan pemerintah pusat dengan menurunkan Bansos dengan berbagai nama dan bentuk, tentu sangat membantu. Tapi, apakah bantuan itu langsung sampai ketika rakyat membutuhkan? Di sinilah persoalan? Sebenarnya tidak berat kalau mau. Menghadapi buah simalakama, ada baiknya dimakan saja bersama-sama. Sekalian ajak Bapak dan Ibu untuk ikut melahapnya juga.... Jika sudah begitu, masihkah dimakan mati Bapak, tidak dimakan mati Ibu? ***
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: