Burhanuddin: Tak Butuh Jaksa Pintar
KEJAKSAAN Agung (Kejagung) mengharapkan aparatnya memiliki integritas dan juga cerdas. Yang tak kalah penting adalah bermoral. Sebab, sumber dari hukum adalah moral. ------------ JAKSA Agung ST Burhanuddin mengingatkan kepada jajaran penegak hukum, terutama jaksa harus memiliki moral yang baik. Sebab sumber dari hukum adalah moral, dan di dalam moral ada hati nurani. \"Ingat! Sumber dari hukum adalah moral, dan di dalam moral ada hati nurani. Saya sebagai Jaksa Agung tidak membutuhkan jaksa yang pintar tetapi tidak bermoral, dan saya juga tidak butuh jaksa yang cerdas tetapi tidak berintegritas. Yang saya butuhkan adalah para jaksa yang pintar dan berintegritas,\" katanya dalam keterangannya saat dikukuhkan sebagai Profesor Bidang Ilmu Hukum dan Guru Besar Tidak Tetap Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) di Auditorium Graha Widyatama Unsoed, Purwokerto, Jawa Tengah, Jumat (10/9). Dikatakannya, profesionalitas seorang jaksa akan sempurna jika dapat menyeimbangkan antara intelektual dan integritas. \"Saya meyakini jika setiap manusia memiliki dan mampu untuk menggunakan hati nurani. Karenanya, saya tidak menghendaki para jaksa melakukan penuntutan asal-asalan, tanpa melihat rasa keadilan di masyarakat. Ingat, rasa keadilan tidak ada dalam text book, tetapi ada dalam hati nurani,\" ungkapnya. Untuk itu, jangan sekali-kali menggadaikan hati nurani. Sebab, hati nurani adalah anugerah termurni yang dimiliki manusia dan itu merupakan cerminan dari sifat Sang Pencipta. Lebih lanjut dikatakannya, keadilan adalah tujuan utama dari hukum, tetapi tujuan hukum lainnya seperti kepastian dan kemanfaatan terpinggirkan. \"Ketika keadilan hukum, kemanfaatan hukum, dan kepastian hukum saling menegasikan, maka hati nurani menjadi jembatan untuk mencapai titik neraca keseimbangan,\" katanya. Menurutnya, hati nurani bukanlah tujuan hukum. Namun hati nurani merupakan instrumen katalisator untuk merangkul, menyatukan, dan mewujudkan ketiga tujuan hukum tersebut secara sekaligus. Ketika kemanfaatan hukum dan kepastian hukum yang dilandasi hati nurani telah tercapai, maka keadilan hukum akan terwujud secara paripurna. \"Adanya komponen hati nurani yang memiliki andil besar dalam mewujudkan keadilan hukum ini, saya namakan sebagai Hukum Berdasarkan Hati Nurani,\" jelasnya. Dikatakannya semakin tinggi nilai penggunaan hati nurani, maka semakin tinggi pula nilai keadilan hukum yang dapat diwujudkan. Mengutip tulisan Sudikno Mertokusumo dan A Pitlo mengenai Bab-Bab tentang Penemuan, dikatakannya, bahwa hukum tanpa keadilan adalah sia-sia, dan hukum tanpa tujuan atau manfaat juga tidak dapat diandalkan. \"Hukum berdasarkan hati nurani adalah cara untuk mewujudkan keadilan hukum yang hakiki dengan berpijak pada kemanfaatan hukum dan kepastian hukum yang dicapai secara bersamaan dengan cara melibatkan hati nurani,\" katanya. Diterangkannya, keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Menurut dia, filosofi Peraturan Kejaksaan tentang Keadilan Restoratif adalah untuk melindungi masyarakat kecil. Hal esensial dari Keadilan Restoratif, yaitu pemulihan. \"Pemulihan kembali akan kedamaian yang sempat pudar antara korban, pelaku maupun masyarakat,\" katanya.(gw/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: