Ayah yang Gagal?

Ayah yang Gagal?

SYAHDAN, seorang pemuka agama galau memikirkan masa depan anaknya yang semata wayang. Si anak itu baru selesai ikut Ujian Nasional (UN), namun belum punya pilihan pendidikan apa yang akan diambil untuk masa depannya. Ia pun menguji bakat apa sebenarnya yang ada pada si anak. Oleh: Syahril Sahidir - CEO Babel Pos Grup -- DI meja kamar anaknya ia letakkan 3 macam barang dan ia memantau lewat kamera CCTV. Ke 3 barang itu adalah kitab suci, uang, dan minuman keras. Dengan si pemuka agama, jika benda yang diambil si anak adalah benda pertama, yaitu kitab suci, maka si anak akan jadi pemuka agama seperti dirinya. Tapi jika yang dijamah uang ia pasti akan jadi pengusaha. Kuliah di fakultasi ekonomi sangat sesuai untuknya. Tetapi jika yang dijamah benda ketiga, yaitu minuman keras, dipastikan si anak akan jadi preman dan pemabok. Begitu si anak pulang dari UN, pemuka agama itu dengan serius memandangi monitor, harap-harap cemas apa yang akan dipilih. Selepas si anak masuk ke kamar ia meletakkan barang bawaannya di atas rak buku. Lalu matanya terpaku akan benda-benda asing di mejanya. Setelah sejenak terkesiap, si anak mengambil kitab suci dan mengepitnya di ketiak. Kemudian ia mengambil uang dan memasukkannya ke saku. Sejenak kemudian ia membuka botol minuman keras dengan giginya dan langsung menenggak habis.... Berarti, semua disikat habis oleh sang anak? Sang ayah yang pemuka agama tanpa sadar berseru sendirian, \"Ya Tuhan, anakku akan menjadi anggota dewan... ampuni aku ya Tuhan... Semua disikatnya habis... Aku gagal mendidik anak .. ya Tuhan...\\\'\\\' *** BARU-BARU ini --sekarang masih--, jagad Senayan heboh soal gaji anggota dewan yang luar biasa. Ini gara-gara pengakuan si Mimi Krisdayanti anggota DPR RI. Tapi, sebenarnya tak usah diributkan lagi lah... Hal yang penting bagaimana mereka mempertanggungjawabkan dengan pendapatan yang fantastis itu untuk kepentingan rakyat yang diwakilinya. --Nah, persoalan justru di sini.... Lebih parah masih banyak pula yang terseret korupsi. Ternyata pendapatan yang fantastis itu masih kurang juga?--- Karena kalau boleh jujur --tapi sebaiknya jangan terlalu jujur--, sangat jarang terdengar tindakan terhormat dari lembaga \\\'Dewan Yang Terhormat\\\'. Malah yang terjadi, orang yang dulunya begitu terhormat, sejak jadi anggota dewan, malah hilang kehormatan. Faktanya, banyak yang dulunya begitu dihormati sebagai tokoh masyarakat, begitu menjadi anggota dewan, jadi berubah. Sibuk studi banding, sibuk keluar daerah, maklum ada duit SPPD-nya. Jangan coba-coba menolak, jangan coba-coba tampil beda, karena akan \\\'terasing\\\' di lembaga yang kadang menjadi asing di tengah rakyat yang diwakilinya itu. *** ADA apa dengan politisi di negeri ini? Seolah 5 tahun jabatan yang diamanahkan rakyat hanya untuk memperkaya diri. Tahun pertama dianggap perjuangan untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan untuk kampanye dan mempengaruhi rakyat sehingga berhasil terpilih. Tahun kedua, ketiga, dan keempat peluang menambah kekayaan pribadi. Tahun kelima mencari modal untuk kampanye dan mempengaruhi rakyat agar dapat terpilih lagi 5 tahun ke depan. Ini seolah sudah menjadi tradisinya. Apakah memang semuanya bobrok? Tentu jawabannya, tidak juga. Mungkin yang baik justru lebih banyak. Hanya persoalannya, karena nila setitik, rusak susu sebelahnya. Karena kalau boleh jujur, tapi sebaiknya jangan terlalu jujur. Politisi negeri ini memang kadang berasal dari mereka yang bernasib baik. *** SYAHDAN, dua pemuda yang tiba-tiba berubah. Mereka yang selama ini dianggap tak punya masa depan mendadak jadi anggota Dewan. Penyebabnya sederhana. Partai mereka mendadak jadi partai favorit. Kedua pemuda itu sebut saja A dan B. Kini penampilan keduanya berubah drastis. Tak lagi lusuh, kini A dan B tampil parlente. Keduanya tinggal bersebelahan di perumahan anggota Dewan. Suatu siang di hari Minggu, si A kaget melihat temannya si B sedang memegang pagar di depan rumah. Sepengamatannya sudah lebih dari dua jam si A memegang pagar dan tak beranjak dari tempatnya berdiri. \"Ada apa, Bung? Mengapa memegang pagar rumah?\" tanya si A pada si B. \"Ada masalah sedikit Bang. Kemarin beli telepon genggam dan sekarang mau isi pulsa,\" jawab si B tenang walaupun sudah terlihat lelah. \"Apa hubungannya mengisi pulsa dengan memegang pagar?\" si A bertanya lagi dengan nada yang semakin tak mengerti. \"Telepon saja operatornya. Beres itu,\" sambung si A. \"Sudah Bang. Justru dia yang meminta saya menekan \\\'pagar\\\' sebelum mengisi pulsa. Saya bingung. Sudah lama saya tekan-tekan \\\'pagar\\\' tapi pulsanya tidak masuk juga,\" jawab si B. Si A tersenyum. \"Tenang saja. Kalau capek istirahat dulu,\" katanya. \"Saya kemarin juga begitu. Operator meminta saya menekan bintang. Memangnya saya Gatot Kaca,\" sambung si A.(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: