Oleh: Ujang Supriyanto
Ketua Simpul Babel & Karang Taruna Kabupaten Bangka
___________________________________________
Tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung (Babel) ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, ia menjadi berkah ekonomi yang menopang kehidupan masyarakat, sekaligus menyumbang devisa bagi negara. Namun di sisi lain, ia juga menghadirkan petaka: kerusakan lingkungan, kecelakaan Tambang, ketidakpastian hukum, hingga konflik sosial yang berulang.
Baru-baru ini, Gubernur Babel memberikan pesan kepada PT Timah Tbk dalam mengerahkan Satgas Tambang agar bertindak tegas namun Wajib tetap humanis. Pesan ini sederhana, tetapi sesungguhnya sarat makna. Ia menegaskan bahwa penertiban tambang tidak cukup hanya berbasis kekuasaan, melainkan juga harus menimbang aspek sosial-ekonomi masyarakat yang terlibat.
Mengurai Masalah Tambang Ilegal
Fenomena tambang ilegal di Babel bukanlah gejala baru. Ia sudah berlangsung puluhan tahun, menjadi semacam “subkultur ekonomi” bagi masyarakat. Data riset akademik menunjukkan bahwa ribuan keluarga di Bangka dan Belitung menggantungkan hidup dari aktivitas penambangan rakyat.
Namun label “ilegal” muncul karena mereka beroperasi di luar izin resmi, tanpa standar lingkungan yang memadai. Akibatnya, kerusakan ekologis kian parah: hutan gundul, lubang tambang menganga, pesisir terkikis, bahkan ekosistem laut terganggu akibat sedimentasi. Negara pun kehilangan potensi pendapatan yang sangat besar.
Di sinilah letak dilema: menertibkan tambang ilegal memang perlu, tetapi jika dilakukan secara kaku dan keras tanpa solusi, maka yang terdampak langsung justru masyarakat kecil. Ironisnya, praktik-praktik ilegal yang melibatkan aktor besar atau jaringan pemodal kerap lolos dari jerat hukum.
BACA JUGA:Polikultur Lada, Strategi Petani Bangka Belitung Menuju Pertanian Berkelanjutan
BACA JUGA:Pekan QRIS Nasional: Bangka Belitung Dak Boleh Ketinggel!
Satgas: Harapan atau Ancaman?
Kehadiran Satgas Tambang bisa menjadi peluang, tetapi juga risiko. Peluangnya: Satgas dapat menjadi instrumen tegas untuk menghentikan aktivitas ilegal yang merusak. Risikonya: Satgas hanya akan dipersepsikan sebagai “alat represif” yang menekan penambang kecil, sementara mafia tambang tetap leluasa.
Inilah mengapa pesan Gubernur Babel penting: Satgas harus tegas kepada aktor besar, namun tetap humanis kepada masyarakat. Tegas berarti berani menyentuh “pemain besar” yang mengatur rantai pasok tambang ilegal, bukan sekadar menyasar pekerja atau Masyarakat kecil di lapangan. Humanis berarti menyadari bahwa penambang rakyat adalah bagian dari warga yang hakikatnya sedang mencari penghidupan, bukan kriminal yang patut dimusnahkan.
Transformasi, Bukan Sekadar Operasi