PUI UM Terangi Daerah 3T dengan Energi Terbarukan

Selasa 29-10-2024,10:44 WIB
Reporter : Indriani
Editor : Jal

Oleh Indriani

 __________________________________________

BABELPOS.ID  - Puluhan panel surya membentang di atas selasar sepanjang 40 meter yang menghubungkan gedung kuliah bersama A-19 dan A-20 Universitas Negeri Malang (UM). Panel surya yang berkilauan terkena sinar Matahari itu menyerap cahaya, kemudian dikonversi menjadi energi listrik yang digunakan untuk menopang sebagian kebutuhan listrik di gedung kuliah bersama A-19.

Sejak akhir 2022, 15 persen kebutuhan listrik di gedung tersebut sudah ditopang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang memiliki kapasitas 50.000 watt peak atau 50 kWp. Pembangunan PLTS sendiri yang menelan biaya Rp1,3 miliar itu dimulai sejak Oktober hingga Desember 2022 dengan skema Matching Fund Kedaireka Kemendikbudristek. Untuk mitra industrinya, UM menggandeng PT Alfan Mechatronics Innovation (AMI).

PLTS yang merupakan hasil riset Pusat Unggulan Iptek-Perguruan Tinggi Center of Advance Materials and Renewable Energy (PUI-PT CAMRY) UM tersebut, menggunakan dua sistem yakni off dan on grid. Sistem on grid yakni sistem yang berjalan saat jaringan PLN tersedia dengan kapasitas 40.000 watt peak atau 40 kWp. Kemudian, sistem off grid, atau sistem PLTS yang dapat menyimpan tenaga surya dalam baterai untuk digunakan ketika jaringan listrik mati atau jika tidak ada di jaringan dengan kapasitas 10.000 watt peak atau 10 kWp. PLTS tersebut juga terintegrasi dengan Internet of Things (IoT) yang dapat dipantau melalui gawai

Tak hanya menerangi kampus dengan energi terbarukan, hasil riset yang dilakukan PUI-PT CAMRY tersebut juga menerangi sejumlah daerah tertnggal, terdepan dan terluar (3T). Salah satunya diterapkan untuk penerangan jalan umum (PJU) di sejumlah pelabuhan di Sulawesi Utara tepatnya di wilayah Kaledupa, Ilwaki, dan Lerokis.

“Untuk di daerah 3T, khususnya daerah pesisir, kami tidak hanya menggunakan tenaga surya tetapi juga tenaga bayu (angin) karena di daerah pesisir biasanya angin cukup besar,” ujar Direktur Inovasi UM, Prof. Dr. Nandang Mufti, S.Si., M.T, dikutip dari ANTARA.

BACA JUGA:Lebih dari 19.000 Santri Indonesia Terima Beasiswa Baznas Sejak 2021

BACA JUGA:Optimalisasi Penyaluran Dana Indonesia Pintar 2024

PJU Hybrid yang menggabungkan tenaga surya dan angin tersebut dipilih karena jika hanya mengandalkan tenaga surya maka akan terbatas sumber energinya. Pihaknya kemudian menggabungkan tenaga surya dengan tenaga angin yang memiliki potensi besar di daerah pesisir. Sebelum diterapkan di Sulawesi Utara, Nandang dan para peneliti sudah menerapkan di wilayah pesisir Sendang Biru, Malang.

Angin di daerah pesisir cukup besar, apalagi pada malam hari ini sehingga perlu digabung antara tenaga surya dan angin dalam satu sistem. Pada siang hari, baterai diisi dayanya dengan PLTS dan pada malam hari dengan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB).

Pada PJU Hybrid, instalasi PLTS yang dipasang pun tidak harus dalam skala besar karena ada bantuan pasokan daya dari PLTB. Dengan penggabungan tersebut, maka diharapkan dapat menerangi daerah pesisir secara optimal sehingga tidak lagi bergantung dengan listrik yang berasal dari PLN. PJU Hybrid pun sudah terintegrasi dengan IoT sehingga mudah dipantau penggunaan energinya melalui gawai.

Dari hasil riset yang dilakukan para dosen dan mahasiswa, menunjukkan karya tersebut memiliki keunggulan dibandingkan produk serupa dari Tiongkok. Misalnya, untuk PLTB, biasanya turbin angin produk buatan Tiongkok menggunakan generator dengan kecepatan tinggi, yang membutuhkan angin kecepatan tinggi pula. Sementara produk yang dihasilkan UM, menggunakan generator kecepatan rendah dan bisa digunakan pada saat angin dengan kecepatan rendah untuk pengisian baterainya.

“Produk kami ini lebih efisien karena tidak harus menggunakan angin dengan kecepatan tinggi. Cukup dengan angin kecepatan biasa saja, sudah bisa mengisi baterai dari PLTB,” imbuh dia.

 BACA JUGA:Pemetaan Partisipatif untuk Peningkatan Layanan Kesehatan Masyarakat

Kategori :