INI resiko negara maju. Seperti Jepang, misalnya. Tingkat mobilitas masyarakat yang semakin tinggi serta tuntutan pekerjaan dan kebutuhan hidup yang juga tinggi, ternyata berbanding terbalik dengan kehidupan seks masyarakatnya yang justru semakin turun drastis.
Dampak langsung dari kondisi itu adalah angka kelahiran bayi yang juga semakin berkurang.
Menghadapi situasi itu, Pemerintah Jepang tengah memutar otak untuk menyelesaikan persoalan resesi seks yang semakin parah di tingkat masyarakat tersebut.
Mengutip Channel News Asia (CNA), Jumat 2 Juni 2023, pemerintah Jepang telah mengucurkan dana senilai USD 25 miliar atau setara dengan Rp 372,7 triliun (kurs Rp 14.908) untuk mengatasi masalah tersebut.
"Dana tersebut bakal dikucurkan ke masyarakat dalam bentuk subsidi langsung. Dengan rincian bantuan keuangan untuk pendidikan dan perawatan prenatal, hingga promosi kerja yang fleksibel dan cuti ayah," kata Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida.
Selain itu, Kishida juga mengaku tengah menyiapkan sejumlah kebijakan baru, guna mengatasi krisis angka kelahiran. Yakni dengan meningkatkan pendapatan kaum muda dan generasi yang mengasuh anak.
"Kami akan bergerak maju dengan langkah-langkah ini untuk melawan penurunan angka kelahiran tanpa meminta masyarakat menanggung beban lebih lanjut," kata Kishida.
Mengenai resesi seks sejatinya tidak hanya terjadi di Jepang saja, hampir seluruh negara maju juga mengalami hal serupa. Namun, masalah resesi seks terparah memang terjadi di Jepang.
Jepang memiliki populasi tertua kedua di dunia setelah Monako. Aturan imigrasi yang relatif ketat berarti menghadapi kekurangan tenaga kerja yang terus meningkat.
Negara berpenduduk 125 juta jiwa ini mencatat kurang dari 800 ribu kelahiran tahun lalu, terendah sejak pencatatan dimulai.***
Artikel ini sudah terbit di disway.id dengan judul:
https://disway.id/read/705349/resesi-seks-di-jepang-makin-prihatin-pemerintah-bakal-tanggung-beban-hidup-masyarakat