SEKARANG ini Ipank dan Odoy benar-benar sering dibuat tak berkutik oleh Bujang. Bahasa Bujang yang kadang di luar dugaan, membuat mereka merasa dikerjai.
Kalimat Bujang PeDe yang kini kerap bersayap dan bermakna tinggi, membuat mereka kerap terjebak.
Dari sini pula akhirnya kedua sohib itu sepakat untuk tidak langsung mengiyakan atau langsung menjawab pernyataan Bujang.
Seperti pagi itu, Bujang yang baru tiba di Warkop Mang Gareng berkopiah seperti habis melayat atau dari pemakaman.
''Dari mana Bujang?'' ujar Odoy bertanya.
''Dari kuburan Bapakku. Iyah nemani Emak,'' ujar Bujang datar seraya memesan kopi.
''Kok murung, sedih ingat Bapak, ya?'' ujar Ipank melihat muka Bujang yang lesu.
''Bukan, aku baru sadar ternyata mendoakan orang mati itu haram?''
Kontan kedua sohibnya langsung kaget. Lupa kesepakatan tadi agar hati-hati dengan Bahasa Bujang.
''Siapa yang bilang?'' ujar Odoy dengan nada tinggi.
''Tadi, Pak Amat penjaga kuburan,'' ujar Bujang dengan nada meyakinkan.
''Dari mana Pak Amat dapat ilmu itu?'' tanya Ipank penasaran.
''Katanya sih dari Pak Haji Soleh?'' ujar Bujang lagi menyebut nama Imam Masjid mereka.
''Nah, ini makin dak beres, masa Pak Haji Soleh yang berani mengatakan itu?'' ujar Odoy heran.
''Nah itu, dia. Tapi Pak Amat berani bersumpah, kok,'' ujar Bujang meyakinkan lagi.