Setelah dimulainya operasi militer di bulan Oktober 1850, Amir dengan orang Cina Bong Atjing, kepala tambang Doerin Kotjeng, kepala tambang Seroe, Tinsie, kepala tambang Singlie bawah, Ko sosie, di rumah Bong Atjing mengadakan pertemuan, Mereka berpendapat: Bahwa Amir akan membakar komplek tambang, Setelah para penanambang diberitahu bahaya, Bahwa pemberontak merusak tiap-tiap tambang, dan meninggalkan tulisan bahwa semua tambang akan dibakar hingga putra Amir dikembalikan kepadanya, Bahwa pekerja tambang kemudian, kepada residen dan administratur, akan didesak mengembalikan putra Amir dan mendapat ganti rugi atas kerusakan-kerusakan yang telah lalu.
Karena penolakan ini, maka pekerja tambang tidak akan lagi bekerja. Dalam kesempatan itu, para pemberontak berunding mengatur kekuatan di parit perlindungan kecil, dan patroli kami akan roboh dan mati, apabila para pemberontak bersiap diri di depan parit itu.
Atas nama Letnan Cina dari Merawang, pada kesempatan itu, Tan Djiem memberi kepastian kepada Amir, sang letnan akan membantu melalui 12 kepala tambang. Letnan Cina dari Sungai Liat menolak campur tangan, tetapi tidak memberi tahu kepada kami. Bong Atjong pemborong tambang di Mapur, memberi kepada pemberontak mesiu.
Kepada Amir dijanjikan orang-orang Cina mencoba memaksa residen dengan susah payah, untuk menyerahkan putra Amir. Pemilik tambang Lap Toutrow di Blinyu yang sebagian besar dari Bangka, memberi mesiu kepada Amir. Pembakaran semua tambang di Tjingal dilakukan dalam waktu sama, ketika Letnan Dikker dengan patroli dan beberapa barisan diserang oleh pemberontak.(bersambung)