***
Untuk kasus Kanjuruhan, Malang tentu berbeda. Kesalahan patal dari pihak Polri dalam musibah yang menjadi perhatian dunia itu adalah penggunaan gas air mata di dalam stadion. Inilah yang membuat massa penonton yang menjadi panik tak terkendali dan berebutan keluar, sehingga akhirnya banyak menimbulkan korban. Kanjuruhan bukan bentrok antar penonton.
Terlepas dari itu, Polri --Kapolres Malang saat itu-- sebenarnya sudah mewanti-wanti melalui surat resmi akan dua hal.
Pertama, agar jadwal pertandingan dialihkan sore, bukan malam hari, dengan demikian resiko akan bisa terkurangi dan terkendali, setidaknya ketika penonton bubar.
Kedua, penjualan tiket dibatasi, intinya jangan sampai membludak padat dan tumplek.
Dua hal terakhir ini agaknya tak dipenuhi pihak penyelenggara, ini pula yang membuat massa demikian membludak sementara kondisi juga sudah malam hari.
Untuk Kanjuruhan ini, Kapolres dan Kapolda Jawa Timur sudah berganti, proses hukum dan pengusutan tengah berlangsung.
Dengan ini, kasus Kanjuruhan tak sepenuhnya kesalahan di jajaran Polri, meski 'kekeliruan' pihak Polri itu pula salah satu yang membuat peristiwa Kanjuruhan berakbiat patal.
***
Kasus berikutnya, lagi-lagi bintang 2. Irjen Teddy Minahasa Putra, yang sebelumnya dielu-elukan karena hanya menunggu pelantikan sebagai Kapolda Jawa Timur --menggantikan yang sebeleumnya yang dicopot buntut Kanjuruhan--, berbalik menjadi terancam terpidana. Dia tersangkut dalam kasus penjualan barang bukti narkotika seberat 5 kg.
Sudah dapat ditebak, seperti halnya kasus Ferdy Sambo--, jika ada 'bintang' yang jatuh, maka melati dan balok pasti akan ada yang terseret. Dan saat ini tengah proses, selain itu jargon presisi kembali diuji.
***
Di luar 3 kasus itu, satu lagi yang ditunggu publik. Pasca penangkapan bos judi Apin BK. Akankah ada oknum dari jajaran 'cokelat' terseret? Kalau ada, apakah juga akan 'memetik bintang'?
Kita tunggu presisinya.***