PANGKALPINANG - Majelis hakim Pengadilan Negeri Pangkalpinang yang diketuai Sulistiyanto beranggota hakim Wahyudinsyah dan Dewi Sulistiarini, memvonis bersalah dalam perkara malpraktik sunat dengan terdakwa Tam. (23/6).
Tam yang merupakan ASN di salah satu Rumah Sakit di Kota Pangkalpinang itu divonis dengan 2 tahun penjara. Terdakwa dijerat dengan undang-undang kesehatan nomor 36 tahun 2014 pasal 84 dan KUHP pasal 360 ayat 2.
Dalam pertimbangan majelis terdakwa Tamrin dinilai telah melakukan kelalaian berat dalam praktik sunatnya terhadap seorang bocah berumur 7 tahun inisial AK. Sehingga sampai menyebabkan korban mengalami luka permanen.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Tam telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagai tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan penerima layanan kesehatan luka berat sebagaimana yang diajukan oleh JPU.
Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa dengan pidana selama 2 tahun,” demikian salah satu amar putusan yang dibacakan.
Bagi majelis, terdakwa selaku tenaga kesehatan dengan bidang keahlian tenaga perawat, dalam melakukan praktek sunat mengabaikan kehati-hatian. Sehingga sampai menyebabkan luka sepanjang 2 cm yang mengenai dari permukaan kepala penis tembus hingga kesaluran kemih korban.
Dimana seharusnya yang dipotong cukup kulit kulup penis saja, tetapi ternyata terdakwa tidak mampu mengukur agar tidak mengenai kepala atau grand penis.
Tidak hanya kesalahan itu saja, terdakwa dalam menjalankan praktek sunatnya hanya sebatas mengandalkan sertifikat pelatihan yang dimiliki. Padahal terdakwa jarang melakukan kegiatan sunat, karena menurut terdakwa permintaan kegiatan sunat hanya bersifat musiman saja.
Demikian juga dengan rumah sunat yang dimiliki terdakwa –tempat praktik- juga ternyata tanpa memiliki perizinan dari instansi berwenang, Sehingga terdakwa tidak memiliki wewenang pelayanan kesehatan berupa sunat.
Sementara akibat kelalaian terdakwa, korban mengalami trauma psikologis sebagai mana dinyatakan oleh laporan sosial dari Dinas Sosial Kota Pangkalpinang.
Yang menyatakan bahwa korban adalah anak-anak pada umumnya, yang membutuhkan perhatian dari orang-orang sekitarnya untuk mempercepat pemulihan psikologis. Sehingga tidak boleh membicarakan hal yang dialaminya dan keluarga harus mengawasi terhadap kondisi anak, baik secara psikologis dan sosial anak dalam sosialisasi ruang lingkup anak untuk menghilangkan rasa takut dan trauma, sehingga anak korban dapat tumbuh sebagai mana anak pada umumnya sampai dewasa.
Putusan ini sendiri lebih berat dari tuntutan JPU dari Kejaksaan Negeri Pangkalpinang dengan 1 tahun dan 6 bulan penjara.
Hal yang meringankan terdakwa mengakui perbuatannya dan berjanji tak akan mengulangi kesalahan yang sama. Terdakwa adalah kepala keluarga dengan tanggungan isteri dan beberapa anak yang masih kecil. (eza)