Terpisah, Kepala Disperindag Babel, Tarmin menuturkan, penyebab naiknya harga minyak goreng dikarenakan beberapa hal di antaranya naiknya harga tanda buah segar (TBS) sawit, kenaikan harga crude palm oil (CPO)/ minyak sawit mentah di pasar internasional. Lalu, hasil produksi tidak seluruhnya boleh dikeluarkan sebab harus ada stok dalam negeri.
\"Dengan adanya HET ini, pemerintah menetapkan harga yang bervariasi sesuai baik dieceran hingga tingkat distributor,\" jelasnya.
Dengan adanya penurunan harga dan penetapan harga ini, Tarmin melanjutkan, indikasi adanya penimbunan minyak goreng yang menyebabkan naiknya harga eceran bisa hilang, karena secara hukum ekonomi akan rugi.
\"Kalau indikasi penimbunan, untuk apa. Harga juga turun, kalau harga naik mungkin ada, kalau menimbun kecil kemungkinan, secara ekonomi rugi. Jika memang ada indikasi, itu kebijakan aparat penegak hukum serta satuan tugas (Satgas) pangan untuk menertibkannya,\" paparnya.
Berkaitan dengan harga eceran di pedesaan dan wilayah di luar kota Pangkalpinang, kendati sudah ada kebijakan dari pemerintah, tingkat distributor memberikan masukan untuk menambah ongkos berkisar Rp500 hingga Rp1.000 mengingat jarah tempuh yang jauh.
\"Memang tadi ada beberapa masukan dari distributor untuk di pengecer, karena bawa ke lokasi jauh, diharapkan ada ongkos tambahan dari harga, ini nanti akan dikaji, apakah masih ditoleransi atau tidak. Kalau masalah operasi pasar, dengan adanya kebijakan ini sepertinya akan tetap diprogramkan, melihat situasi dan kondisi lapangannya,\" pungkasnya. (jua)