Pada pukul 10.48 WIB terdengar suara pemukulan gong sebanyak tiga kali yang menandakan Balai Adat Perdamaian Restorative Justice telah diresmikan, secara langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi, Daroe Tri Sadono.
Dalam rangka mewujudkan masyarakat baldatun toyyibatun warobbun ghofur dan masyarakat madani, tambah Daroe, dibutuhkan partisipasi dan harus berangkat lebih jauh ketika berbicara tentang perdamaian. Dengan tegas, Daroe juga menyampaikan bahwa balai perdamaian tersebut bukan represif, melainkan langkah preventif.
\"Mari bapak ibu, kita kembali ke tujuan bangsa, kita kembali kelangkah preventif yakni pencegahan, balai perdamaian ini bukan untuk represif tapi preventif. Saya harap balai ini diisi dengan kegiatan yang dapat mewujudkan masyarakat madani, bukan hanya terkait perkara-perkara\", tutupnya.
Diketahui, Kejaksaan Agung Republik Indonesia telah menerbitkan kebijakan mengenai keadilan restoratif melalui Peraturan Jaksa (PERJA) Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Berdasarkan pada Pasal 2 PERJA Nomor 15 Tahun 2020, pertimbangan untuk melaksanakan konsep dari keadilan restoratif dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, kepentingan umum, proposionalitas, pidana sebagai jalan terakhir dan asas cepat, sederhana serta biaya ringan. (**)